Jumat, 10 Agustus 2018

KAMMI IAIN Ponorogo gelar penggalangan dana


Organisasi KAMMI gelar penggalangan dana untuk membantu korban Gempa di Lombok

Kader KAMMI Daerah Ponorogo menggalang dana untuk membantu korban gempa yang ada di Lombok, target yang dituju yaitu di perempatan Lampu lalulintas Pasar songgolangit dan jeruksing, Jum’ad, (10/08/2018)

Organisasi KAMMI peduli korban bencana alam di Lombok, melalui penggalangan dana pada hari ini mudah-mudahan dapat meringankan beban saudara kita yang ada di Lombok.

''Alhamdulilah penggalangan dana pada sore hari ini membuahkan hasil yang sangat maksimal, uang yang terkumpul sebanyak Rp.3.950.000,- dengan waktu kurang dari satu jam (Husna)''
 hal ini menunjukkan  solidaritas masyarakat ponorogo masih tinggi untuk menyalurkan donasinya kepada korban bencana alam.

Marilah semuanya kita ringankan beban saudara yang ada di Lombok yang sampai saat ini terupdate jumlah korban yaitu 91 orang meninggal dunia, 209 luka-luka, ribuan rumah warga yang rusak akibat bencana gempa, dan ribuan warga mengungsi.(BNPB Jakarta,jum’ad,10/08/2018).

 Diperkirakan kebutuhan mendesak saat ini yaitu tenaga medis, obat obatan, makanan siap saji, makanan balita,tenda pengungsian,dapur umum,dll.

Sementara ketua organisasi KAMMI IAIN  Ponorogo mrngucapkan banyak terimakasih kepada seluruh anggotanya yang sudi kiranya berkontribusi dalam penggalangan dana dari awal pembentukan koordinasi hingga usai acara dengan hasil yang sangat memuaskan.

''Alhamdulillah, syukron jiddan atas do’a dan partisipasinya saudara-saudara dalam mensukseskan agenda kita pada sore hari ini, semoga kebaikan antum  dapat balasan yang berlipat ganda serta tiada henti-hentinya mengalir untuk kita semua meskipun kita sudah tiada, Aamiin ya Rabb (Wahyu, ketua organisasi KAMMI IAIN PO)''

Untuk agenda selanjutnya apakah donasi yang terkumpul akan langsung disalurkan atau akan menggalang dana lagi, ketua Organisasi KAMMI IAIN PO masih & tindak lanjut agenda dari KAMDA.

Mudah mudahan dengan bergeraknya Organisasi KAMMI berkontribusi dalam penggalangan dana menjadi contoh dan meningkatkan kesadaran masyarakat yang ada di Indonesia khususnya di ponorogo untuk lebih memperhatikan kondisi saudara kita yang ada di kota Lombok

Nur Hidayat
(Ponorogo, 10/08/2018)

Kamis, 25 Januari 2018

FIQIH ,BERMADZHAB, IJTIHAD,TAQLID DAN TALFIQ

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fiqih adalah istilah tekhnis untuk menyebut suatu disiplin ilmu yang khusus membahas hukum-hukum syar’I yang di tetapkan khusus mengenai perbuatan orang mukallaf.
Tujuan pembelajaran fiqih adalah untuk membekali para peserta didik agar dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum islam secara terperinci dan menyeluruh,baik berupa dalil naqli maupun aqli melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum islam dengan benar.maka dari itu penulis mengambil judul “FIQIH BERMADZHAB,TAQLID DAN TALFIQ”.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian fikih menurut bahasa maupun istilah ?
2.      Apa pengertian ijtihad,taqlid dan talfiq ?
3.      Bagaimana hukumnya bermadhab, taqlid, dan talfiq menurut pandangan para ulama beserta argumentasi mereka
                                               








BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN FIQIH

Kata fiqh tersusun dari tiga huruf yakni fa’,qaf,dan ha’.Kata faqaha atau yang berakar sama dengan kata itu disebut sebanyak 20 kali dalam al quran.Salah satu dari penggunaan tersebut adalah sebagaimana dalam QS Al A’raf ayat 179:َ
{وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَايُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ(179) }
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi) neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang  lalai.
      Kata fiqih sering di maknai sebagai faham yang mendalam.Ada pendapat juga yang mengatakan bahwa fiqhu atau faham,tidak sama dengan ilmu,paham adalah pikiran yang baik dari segi kesiapannya menangkap apa yang dimaksud.fiqih menjadi istilah tekhnis untuk menyebut suatu disiplin ilmu yang khusus membahas hukum-hukum syar’I yang di tetapkan khusus mengenai perbuatan orang mukallaf.Secara definitive fiqih dapat di artikan sebagai ilmu tentang hukum-hukum syar’I yang bersifat amaliyah yang di gali dan di temukan dari dalil-dalil tafsili.[1]
           B. PENGERTIAN IJTIHAD
secara Bahasa yaitu mengerahkan segala kemampuan untuk sesuatu yang sulit di lakukan .
             Ijtihad secara Istilah seorang  yaitu pencurahan seorang faqih akan semua kemampuan yang telah ada untuk mencari kesimpulan hukum syara’ sampai dirinya merasa tidak mampu lagi untuk mencari tambahan kemampuan.
Hukum ijtihad ada 4 yaitu:
Wajibain,Wajib kifai,Sunnah dan Haram
Objek ijtihad semua hukum syara’yang tidak ada dalil qoth’inya,sesuatu yang tidak bisa di ijtihadi meliputi perkara yang hukumnya sudah di tetapkan dalam al quran ,hukum-hukum mufassaroh yang menunjukkan arti yang sudah jelas dan tidak bisa di takwil,dan hukuman-hukuman ,kafarat.
Syarat-Syarat Ijtihad:
1.      Islam,Baligh,Adil
2.      Mengetahui ayat-ayat dan hadis-hadis yang menerangkan tentang hukum fiqih dan mengetahui makna-maknas ecara Bahasa dan syara’dari keduanya
3.      Mengetahui pengetahuan tentang fiqih,meliputi kaidah-kaidah fiqih,masalah furu’iyah seluk beluk madhab fiqih dan khilaffiyah fiqih
4.      Mengetahui ilmu alat,mencakup ushul fiqih,nahwu,shorof ,balaghah ,dan lain-lain
5.      Menguasai ilmu tafsir
6.      Mengetahui ahwal (keadaan)para perawihadis
7.      Mengetahui nasikh mansukh
8.      Mengetahui asbabun nuzul
9.      Mengetahui masalah-masalah yang sudah menjadi ijma’ para ulama’
10.  Mengetahui qiyas,Bahasa arab
11.  Mujtahid harus mempunyai pemahaman yang betul sehingga mampu membedakan pendapat yang benar dan salah
Metode Ijtihad
Pertama melalui alquran,kemudian sunnah,kemudian ijma’ dan yang terkakhir adalah qiyas.
Tujuan Ijtihad
1.      Supaya dalam mengembangkan ajaran islam sesuai dengan dasar asasinya,khususnya yang berkaitan dengan hukum
2.      Supaya dapat mengistimbatkan hukum yang terkandung di dalam kedua sumber dasarnya secara baik dan sempurna sesuai dengan yang di kehendaki oleh syari’itu sendiri
3.      Supaya hukum-hukum yang berasal dari hasil istinbat itu tidak bersifat statis,sehingga hasilnya selalu actual dan dapat di amalkan sesuai dengan perkembangan zaman yang selal umenuntutnya.


Klasifikasi Ijtihad
1.      Al ijtihad al bayani yaitu,menjelaskan hukum-hukum syara’yang kepastian hukumnya benar-benar sudah ada dalam nash bail al qur’an atau hadist.
2.      Al ijtihad al qiyasi yaitu menggali hukum syara’ Karena adanya suatu kasus baru yang kepastian ketentuan hukumnya di dalam nash,benar-benar tidak ada.Hal ini di lakukan dengan  menggunakan teori analogis atau qiyasi.
3.      Al ijtihad al istishlahi yaitu menggali hukum dari suatu kasus baru yang kepastian hukumnya dalam nash tidak ada.Hal ini di lakukan dengan menggunakan teori-teori hukum islam atau qaidah istishlahi.[2]
C. PENGERTIAN MADZHAB
 menurut Bahasa adalah jalan atau tempat yang di lalui.kata madzhab berasal dari kata dzahaba,yadzhabu,dzahabaa,madzhab juga berarti pendirian atau al-mu’taqad ,menurut istilah,mazhab mempunyai 2 pengertian yaitu pendapat salah seorang mujtahid tentang hukum suatu masalah.Kedua,kaidah-kaidah istinbath yang di rumuskan oleh seorang imam.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa madzhab berarti hasil ijtihad seorang imam mengenai hukum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidah istinbath.

D. PENGERTIAN TAQLID
secara Bahasa di ambil dari kata qiladah yang artinya kalung,yaitu meletakkan sesuatu di leher dengan melilitkan padanya seperti tali kekang.
         Taqlid secara istilah yaitu menerima pendapat yang di sampaikan oleh orang lain dan mengamalkannya,meskipun ketika menyampaikan kepada sail (orang yang bertanya) ataumuqollid (orang yang mengikuti)tanpa di sertaihujjah /argumentasi.



Syarat-syarat muqollid (orang yang taqlid)
Bahwa bagi orang yang tidak mencapai derajat mujtahid baik dari orang awam atau orang alim tapi tidak mencapai derajat mujtahid maka di perbolehkan taqlid kepada mujtahid dan mengambil fatwa-fatwanya.
Macam-macam taqlid
1.      Taqlid al mahmud (terpuji) yaitutaqlidnya orang yang tidak mampu mengetahui hukum syar’I terhadap mujtahid yang telah di yakini kemampuannya,namun orang yang bertaqlid tetap harus berusaha untuk mencari dan meyakini.Taqlid jenis ini adalah taqlid kepada orang alim.
2.      Taqlid al madzmum (tercela),taqlid ini di bagi menjadi 3 macam yaitu:
·         Taqlid yang semata-mata mengikuti adat kebiasaan atau perkataan leluhur yang bertentangan dengan al quran dan hadits
·         Taqlid kepada orang tua atau sesuatu yang tidak di ketahui kemampuan dan keahliannya
·         Taqlid kepada perkataan atau pendapat seseorang,tetapi orang yang mengikuti tersebut telah mengetahui bahwa perkataan orang yang diikuti nya itu salah.

E.PENGERTIAN TALFIQ
 secara Bahasa adalah campur aduk .
Talfiq secara istilah adalah mendatangkan suatu metode yang tidak pernah di katakan oleh para mujtahid.
Maksudnya ialah berperilaku atau beritual dengan menggunakan pendapat dua imam atau lebih dalam satu permasalahan ibadah atau muamalah.


F.HUKUMNYA BERMADZHAB,TAQLID DAN TALFIQ
1. Hukum bermadzhab
            Menurut Abul Hasan al-kayya,bahwa bermadzhab dengan pengertian yang pertama adalah untuk orang awam ,ahli fiqih,atau ulama lain yang belum sampai pada tingkat mujtahid. Sedangkan bermadzhab ,menurut pengertian yang kedua itu adalah untuk ulama’ yang tidak sanggup merumuskan kaidah-kaidah istinbath.Apabila mereka hendak menggali hukum untuk suatu permasalahan,mereka harus bermadzhab ,ber pegang pada kaidah –kaidah istinbath yang di anut oleh imamnya
2. Hukum taqlid
1.      Pembahasan ulama’tentang masalah bertaqlid dibidang furu’ fiqhiyah semakin luas Karena banyak seginya,seperti dari segi siapa yang melakukan taqlid dan kepada siapa dia bertaqlid .Menurut ulama’dalam masalah ini berbeda pendapat:
2.      Wajibbagi orang awam setelah zaman para mujtahid
3.      Tidak boleh bagi mujtahid bertaqlid Karena ia mempunyai kemampuan secara sempurna untuk menggali hukum dari dalil-dalilnya,kecuali bagi mujtahid spesialis di luar bidangnya.
4.      Tidak boleh bertaqlid kepada orang yang tidak memenuhi syarat berijtihad,dan bagi orang yang tidak mempunyai keahlian untuk berijtihad maka wajib baginya untuk bertaqlid kepada mujtahid
3. Hukum talfiq
        Tidak boleh agar tidak terjadi keranjauan dalam ibadah.sebab tiap-tiap amaliyah suatu madzhab itu di hasilkan dari sebuah proses penyimpulan hukum yang menggunakan kaidah pasti.Berpindah madzhab itu di larang,tapi jika di teliti secara mendalam ternyata kalangan ini bukan mutlaq melarang seorang berpindah-pindah madzhab .Yang di larang itu berpindah-pindah madzhab dengan tujuan mencari perkara yang mudah dalam satu permasalahan agama.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Dari semua uraian di atas yang telah penulis sampaikan akhirnya dapat di ambil kesimpulan.
1.      Pengertianfiqih
FIQIH adalah istilah tekhnis untuk menyebut suatu disiplin ilmu yang khusus membahas hukum-hukum syar’I yang di tetapkan khusus mengenai perbuatan orang mukallaf.
2.      Pengertian ijtihad,madzhab,taqlid an talfiq
IJTIHAD secara Istilah seorang yaitu pencurahan seorang faqih akan semua kemampuan yang telahadan untuk mencari kesimpulan hokum syara’ sampai dirinya merasa tidak mampu lagi untuk mencari tambahan kemampuan.
MADZHAB berartihasil ijtihad seorang imam mengena ihukum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidah istinbath .
TAQLID secara istilah yaitu menerima pendapat yang di sampaikan oleh orang lain dan mengamalkannya,meskipun ketika menyampaikan kepada sail (orang yang bertanya) ataumuqollid (orang yang mengikuti)tanpa di serta ihujjah /argumentasi.
TALFIQ secara istilah adalah mendatangkan suatu metode yang tidak pernah di katakan oleh para mujtahid.
3.      Hukum madzhab,taqlid dan talfiq
Hukum bermadzhab
Menurut Abul Hasan al-kayya,bahwa bermadzhab dengan pengertian yang pertama adalah untuk orang awam ,ahli fiqih,atau ulama lain yang belum sampai pada tingkat mujtahid. Sedangkan bermadzhab ,menurut pengertian yang kedua itu adalah untuk ulama’ yang tidak sanggup merumuskan kaidah-kaidah istinbath.Apabila mereka hendak menggali hukum untuk suatu permasalahan,mereka harus bermadzhab ,ber pegang pada kaidah –kaidah istinbath yang di anut oleh imamnya.[3]
Hukum taqlid
Wajib bagi orang awam setelah zaman para mujtahid.
Tidak boleh bagi mujtahid bertaqlid Karena I ia mempunyai kemampuan secara sempurna untuk  menggali hukum dari dalil-dalilnya,kecuali bagi mujtahid spesialis di luar bidangnya.
Tidak boleh bertaqlid kepada orang yang tidak memenuh isyarat berijtihad,dan bagi orang yang tidak mempunyai keahlian untuk ber ijtihad maka wajib baginya untuk bertaqlid kepada mujtahid.
Hukum talfiq
        Tidak boleh agar tidak terjadi keranjauan dalam ibadah.sebab tiap-tiap amaliyah suatu madzhab itu di hasilkan dari sebuah proses penyimpulan hukum yang menggunakan kaidah pasti.







DAFTAR PUSTAKA
Suyatno.Dasar-DasarIlmuFiqih&UshulFiqih .jogjakarta:ArRuzz Media,2011
SyaikhAnwar,Rosyidin,SayidRohmanManan,SyaikhKhudor Ushul fiqih:ponorogo Darul huda press
Prof.DR. Syafe’I Rachmat,M.A,,Ilmu ushul fiqih Bandung:pustaka setia
Prof.Dr..Khallaf Abdul Wahhab.ilmu ushul fiqih Darul Qalam ,Kuwait
Prof.Dr.H.koto Alaidin , M.A.,Ilmu ushul fiqih dan ushul fiqih Jakarta: PT raja grafindo persada








[1] Suyatno.Dasar-DasarIlmuFiqih&UshulFiqih .(jogjakarta:ArRuzz Media,2011),19.

[2] SyaikhAnwar,Rosyidin,SayidRohmanManan,SyaikhKhudor Ushul fiqih:ponorogo Darul huda press

[3] Suyatno.Dasar-DasarIlmuFiqih&UshulFiqih .jogjakarta:ArRuzz Media,2011 hlm.35.

pengertian sholat fardlu empat madzhab

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Shalat merupakan ibadah yang sangat penting bagi seorang muslim karena shalat merupakan induk amal, apabila shalat kita baik maka amal yang lain juga Insyaalah akan baik tetapi sebaliknya apabila shalat kita kurang baik maka amal yang lain pun akan mengikutinya karena shalat adalah tiang agama. Kalau tiangnya runtuh maka ambruklah agama seseorang. Oleh karena itu hendaknya seorang muslim terus memperbaiki shalatnya, karena dengan shalat kita baik maka kita akan senantiasa terjaga agama kita dan juga terjaga dari perbuatan-perbuatan buruk.
Ilmu fiqih membahas banyak hal. Tapi yang harus kita ingat bahwa ilmu fiqih bukan ilmu pasti seperti halnya ilmu hitung, tapi ilmu yang selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Karena ilmu fiqih selalu menyesuaikna dengan zaman. Begitu juga dengan ibadah. Salah satu dari ibadah tersebut adalah shalat. Dalam makalah ini akan membahas tentang pengertian shalat, dasar hukum shalat, dan waktu-waktu shalat menurut para ulama.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian shalat fardhu?
2.      Kapan saja waktu-waktu shalat fardlu menurut para ulama?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan Dasar Hukum Shalat Fardlu
Shalat merupakan salah satu kewajiban yang disyariatkan oleh Allah kepada hamba-Nya yang beriman. Shalat yang wajib adalah shalat lima waktu yang harus ditunaikan oleh setiap muslim selama sehari semalam. Shalat merupakan rukun terpenting diantara rukun-rukun lainnya. Ia menempati urutan kedua setelah dua kalimat syahadat dan urutan setelahnya adalah zakat, puasa, dan haji.[1]
Asal makna shalat menurut bahasa Arab ialah “doa”, tetapi yang dimaksud di sini ialah “ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan”.[2]
Firman Allah Swt.yang artinya: “Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.”[3]
Ia disebut shalat karena ia menghubungkan seorang hamba kepada penciptanya, dan shalat merupakan manifestasi penghambaan dan kebutuhan diri kepada Allah Swt. Dari sini maka, shalat dapat menjadi media permohonan pertolongan dalam menyingkirkan segala bentuk kesulitan yang ditemui manusia dalam perjalanan hidupnya.[4] Sebagaimana firman Allah Swt yang artinya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.”[5]
Di samping itu, juga banyak hadits yang menyebut betapa pentinga shalat bagi seseorang. Misalnya hadits dari Abdullah bin Qurt r.a:
Ibadah yang pertama-tama dipertanyakan (dinilai pertanggungjawaban) oleh Allah besuk pada hari kiamat adalah shalat. Jika shalat seseorang itu baik, maka seluruh amalnya akan dinilai baik. Tetapi jika shalatnya jelek, maka amal yang lainpun ikut jelek. (HR. Tabrani).[6]
B.     Waktu-waktu Shalat Fardlu Menurut Para Ulama dan Dasar Hukumnya
Shalat memiliki waktu-waktu tertentu untuk harus melaksanakannya. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt yang berarti: “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman.” (An-Nisaa’: 103)
Maksudnya adalah kewajiban yang sangat ditekankan dan telah ditetapkan di dalam Al-Qur’an. Dan Al-Qur’an telah mengisyaratkan waktu-waktu shalat tersebut dalam firman-Nya:                                                                                                                                 أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ ۖ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir smpai gelap malam, dan (dirikanlah pula shalat) Subuh. Sesugguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (Al-Israa: 78)[7]
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi Saw bersabda:”Jibril menjadi imam shalatku di rumah dua kali. Ia shalat zhuhur bersamaku ketika matahari sudah tergelincir, dan posisinya qadr asy-syarak. Dia shalat ashar bersamaku ketika bayangan segala sesuatu sejajar dengan sesuatu tersebut. Dia shalat maghrib bersamakau ketika orang puasa berbuka. Dia shalat isya bersamaku ketika awan merah menghilang. Dia shalat fajar bersamaku ketika makanan dan minuman dilarang atas orang yang berpuasa. Esok harinya, dia shalat zhuhur bersamaku ketika bayangan segala sesuatu sejajar dengan sesuatu tersebut. Dia shalat ashar bersamaku ketika bayangan segala sesuatu dua kali ukuran asli sesuatu tersebut. Dia shalat maghrib bersamakau ketika orang puasa berbuka. Dia shalat isya bersamaku hingga sepertiga malam. Dia shalat fajar bersamaku ketika hari telah terang. Kemudian ia menoleh kepadaku dan berkata,” Hai Muhammad, inilah waktu shalat nabi-nabi sebelummu, dan waktu shalat masing-masing adalah diantara kedua waktu (yang telah aku sebutkan).”
1.      Waktu Zhuhur
Menurut ijma’, permulaan waktu zhuhur adalah ketika matahari bergeser dari posisinya di tengah-tengah langit berdasarkan penglihatan mata. Waktu zhuhur berakhir seiring dengan masukya awal waktu shalat ashar dengan rentang waktu yang kira-kira cukup untuk menjalankan shalat 4 rakaat. Hal ini didasarkan pada riwayat versi Ibnu Abbas bahwasanya pada hari pertama Nabi shalat zhuhur bersama Jibril ketika matahari condong dan pada hari kedua beliau shalat zhuhur ketika bayangan sesuatu sama panjangnya dengan aslinya, dan ini adalah awal waktu shalat ashar. Ini berarti akhir waktu shalat zhuhur berkelindan dengan awal waktu shalat ashar dengan ukuran kira-kira cukup untuk shalat 4 rakaat.
 Ini adalah pendapat Imam Malik. Pendapat mayoritas ulama (jumhur) yang menyatakan ketiadaan (pertautan) antara waktu shalat zhuhur dan ashar dapat dibantah dengan hadis narasi Abdullah bin Amru, bahwasanya Nabi bersabda: “Waktu zhuhur adalah ketika matahari telah bergeser dan bayangan seseorang sama persis dengan tinggi badannya selama waktu ashar belum tiba.”.
Ada yang mengatakan bahwa kedua hadis ini dapat digabungkan dengan mengasumsikan bahwa hadis Abdullah bin Amru menerangkan waktu ashar, merujuk pada ujaran:”selama waktu ashar belum tiba”.
2.      Waktu Ashar
Permulaannya adalah ketika ukuran bayangan sesuatu sama panjang dengan ukuran aslinya setelah tergelincirnya matahari. Ini adalah yang disepakati para ulama. Adapun akhir waktu ashar adalah tenggelamnya matahari berdasarkan hadis narasi Abu Hurairah, bahwasanya Nabi bersabda:”Barangsiapa menjumpai satu rakaat dari shalat ashar sebelum matahari tenggelam, maka ia telah mengerjakan shalat ashar.”
3.      Waktu Maghrib
Waktu maghrib masuk ditandai dengan tenggelamnya matahari. Hal ini telah disepakati oleh seluruh ulama. Sedangkan mengenai akhir waktu maghrib, para ulama berselisih pendapat. Kalangan ulama mazhab Maliki berpendapat sebagaimana yang ditetapkan dalam hadis narasi Ibnu Abbas bahwa Jibril shalat bersama dengan Nabi Saw dua hari ketika orang yang berpuasa berbuka.
Inilah pendapat yang dijadikan pegangan oleh kalangan mazhab lainnya berdasarkan hadis narasi Ibnu Umar bahwa Nabi bersabda:”Dan waktu Maghrib adalah selama warna putih pada rona merah (yang terbentuk setelah matahari tenggelam) belum hilang.”
4.      Waktu Isya
Waktu isya dimulai sejak hilangnya mega merah berdasarkan hadis Jibril di atas, sementara akhir waktu adalah sepertiga malam yang pertama, merujuk pada hadis Jibril di atas.
5.      Waktu Shubuh
Dimulai dari terbitnya fajar (hal ini telah disepakati para ulama) dan berakhirnya dengan terbitnya matahari, sebagaimana hadis narasi Ibnu Umar “waktu shalat shubuh adalah dari terbit fajar selama matahari belum terbit”. Ini adalah pendapat mayoritas ahli fiqh. Sedangkan menurut sebagian kalangan ulama mazhab Syafi’i dan Maliki, akhir waktu shalat subuh adalah saat hari mulai terang. Mereka berpegang pada hadis narasi Rafi’ bin Khadij bahwasanya Nabi Saw bersabda:”shalatlah subuh ketika hari telah terang, sebab ia lebih besar pahalanya”.
Menurut penelusuran, Nabi Saw pernah melaksanakan shalat subuh ketika hari mulai terang, dan pernah menjalankannya katika hari masih gelap. Nabi membiasakan hal tersebut hingga beliau meninggal. Keterangan ini diperoleh dari hadis narasi Abu Mas’ud.[8]

Waktu-waktu yang Dilarang Melakukan Salat
Banyak hadits-hadits nabawiyah yang menerangkan kepada kita, bahwa waktu yang dilarang untuk melakukan shalat itu ada lima:
Dua diantaranya adalah yang berhubungan dengan pelakunya, karena ia telah melakukan shalat. Yaitu sesudah shalat subuh hingga terbit matahari dan sesudah shalat ashar sehingga cahaya matahari tampak menguning.
barang siapa telah selesai melakukan shalat subuh, maka baginya dimakruhkan untuk melakukan shalat sunat sehingga terbit matahari. Tetapi diperbolehkan baginya mengerjakan hal itu, tatkala ia belum mengerjakan shalat fardhu subuh, meskipun seandainya telah ada orang lain yang mengerjakan shalat subuh, tetapi shalat orang itu tidak menjadi penghalang bagi dirinya untuk melakukan shalat sunat selama dirinya memang belum melakukan shalat fardhu.
Sebagian ulama mengatakan, bahwa larangan melakukan shalat sunat dimulai dimulai sejak terbitnya fajar, bukan semenjak shalatnya itu sendiri. Jadi apabila telah terbit fajar, maka dimakruhkan untuk melakukan shalat kecuali shalat dua rakaat fajar. Tetapi dalil mereka lemah, karena tidak menunjukkan adanya larangan yang jelas, dan hal itu aka nada penjelasannya nanti.
Ada pengecualian dari larangan untuk melakukan shalat sunat pada saat-saat tersebut yaitu melakukan shalat dua rakaat yang disunatkan untuk dilakukan sebelum shalat subuh. Maka diperbolehkan bagi seseorang untuk melakukannya sesudah shalat subuh, apabila dia belum sempat melakukan sebelumnya. Demikian menurut kebanyakan pendapat para ahli fikih, dan inilah yang lebih kuat. Demikian juga mengenai shalat ashar, barang siapa yang telah melakukan shalat ashar, maka baginya di makruhkan melakukan shalat sunat apapun, namun baginya diperbolehkan melakukan shalat-shalat sunat itu apabila ia belum melakukan shalat ashar. Dan apabila ada orang lain yang telah melakukan shalat ashar itu, maka shalatnya tidak menjadi penghalang bagi dirinya untuk melakukan shalat sunat, selama dia sendiri memang belum melakukan shalat fardhu ashar.
Imam Ahmad Hanbal mengatakan,”Melakukan shalat sunat pada dua waktu tersebut adalah diharamkan sebagaimana pada waktu-waktu yang diharamkan lainnya.”
Dua diatara tiga yang lain adalah dilarang shalat didalamya dikarenakan berhubungan dengan waktu yaitu pertama, ketika matahari sedang terbit sampai setinggi kira-kira tiga meter, sehingga telah hilang warna kemerahan di sekeliling matahari tersebut, dan tidak lebih waktunya kira-kira dari seperempat jam. Kedua, ketika matahari tepat persis berada di tengah-tengah langit sehingga condong di sebelah barat. Waktunya tidak lebih kira-kira sepertiga jam. Ketiga, tatkala lingkaran cahaya yang mengelilingi matahari telah menguning sampai ia terbenam. Dan ini bisa disaksikan dengan jelas bagi setiap orang yang memiliki pandangan normal. Waktu-waktu ketiga ini adalah waktu-waktu yang dimakruhkan bagi seseorang untuk melakukan shalat, menurut sebagian ahli fikih, dan haram bagi sebagian yang lain. Dan menurut ahli fikih yang lain ada yang mengatakan “tidak apa-apa melakukan shalat pada semua waktu yang ada, termasuk pada kelima waktu yang dilarang itu.
Beberapa Pendapat Ahli Fikih Mengenai Hukum Shalat Pada Tiga Waktu yang Dilarang
1.      Abu Hanifah berpendapat, bahwa melakukan shalat pada ketiga waktu tersebut adalah haram, baik shalat sunat atau fardhu. Dan shalatnya dianggap batal karena menurut dia, larangan memiliki makna batal (jika hal itu dilakukan). Dan mereka mengecualikan bagi shalat ashar hari itu. Bahwa hal itu sah meskipun matahari telah menguning, berdasarkan hadits Rasulullah Saw bersabada,”Barang siapa yang mendapati satu rakaat dari shalat ashar, sebelum matahari terbenam, maka dia telah mendapatkan shalat ashar dengan sempurna.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2.      Ahmad Hanbal berpendapat, bahwa shalat yang dilarang dalam waktu-waktu ini adalah hanya shalat sunat saja, diperbolehkan untuk mengqadha shalat-shalat fardhu yang telah tertinggal dan diperbolehkan pula untuk melakukan shalat jenazah. Juga diperbolehkan shalat nadzar bagi orang yang melakukan nadzar baik mutlka (umum) maupun muqayyad (spesifik) dengan waktu. Dan boleh pula mengulangi shalat dengan berjamaah di masjid, bagi orang yang tadinya telah terlanjur shalat di rumahnya dengan sendirian. Demikian pula Imam Hanbal membolehkan bagi orang yang belum melakukan shalat sunat sebelum fajar untuk melakukannya setelah shalat fajar, hingga sebelum terbitnya matahari. Meskipun lebih utama diakhirkan saja, yang dilakukan setelah matahari terbit dan meninggi. Dia juga memperbolehkan melakukan shalat sunat thawaf dua rakaat pada waktu kapan saja, termasuk pada waktu yang dilarang.
3.      Al-Malikiyah berpendapat bahwa yang diharamkan hanyalah melakukan shalat sunat pada waktu terbit dan terbenamnya matahari saja. Adapun setelah shalat ashar hingga matahari menguning, dan setelah shalat fajar hingga terbitnya matahari adalah makruh saja hukumnya. Adapun mengerjakan shalat fardhu pada waktu tersebut adalah diperbolehkan secara mutlak, baik qadha’ maupun adha’.
Para ahli fikih mengecualikan diperbolehkannya melakukan shalat pada waktu istiwa’ khusus pada hari jum’at, karena banyak di antara para sahabat yang melakukan hal itu.
4.      Imam Asy-Syafi’I dan segolongan ahli fikih mengatakan bahwa, melakukan shalat pada waktu-waktu tersebut adalah makruh, kecuali apabila memiliki sebab. Seperti: shalat tahiyatul masjid, shalat sunat wudhu, sujud syukur, sujud tilawah, shalat id, shalat gerhana, shalat jenazah, shalar qadha’, semua itu hukumnya boleh tanpa dimakruhkan. Barangsiapa yang kelupaan melakukan shalat-shalat tersebut pada saat sebelum shalat subuh, meskipun telah terbit fajar.
5.      Ada golongan ulama salaf mengatakan, bahwa hadits-hadits yang menunjukkan larangan shalat pada waktu-waktu tersebut adalah telah di mansukh, dan tidak lagi dipakai, maka diperolehkan melakukan shalat pada waktu kapan saja. Baik shalat fardhu, adha’ maupun qadha’, memiliki sebab maupun tidak memiliki sebab. Tetapi pendapat mereka terbantahkan dengan hadits-hadits shahih yang ada.[9]

BAB III
PENUTUP

A.                KESIMPULAN
1.        Asal makna shalat menurut bahasa Arab ialah “doa”, tetapi yang dimaksud di sini ialah “ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan”.
Firman Allah Swt.yang artinya: “Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut: 45)
2.        Waktu-waktu shalat: 
Waktu Zhuhur: ketika matahari bergeser dari posisinya di tengah-tengah langit berdasarkan penglihatan mata. Waktu zhuhur berakhir seiring dengan masukya awal waktu shalat ashar dengan rentang waktu yang kira-kira cukup untuk menjalankan shalat 4 rakaat. Imam Malik. Pendapat mayoritas ulama (jumhur) yang menyatakan ketiadaan (pertautan) antara waktu shalat zhuhur dan ashar dapat dibantah dengan hadis narasi Abdullah bin Amru, bahwasanya Nabi bersabda: “Waktu zhuhur adalah ketika matahari telah bergeser dan bayangan seseorang sama persis dengan tinggi badannya selama waktu ashar belum tiba.”
Waktu Ashar: Permulaannya adalah ketika ukuran bayangan sesuatu sama panjang dengan ukuran aslinya setelah tergelincirnya matahari.
Waktu Maghrib: Waktu maghrib masuk ditandai dengan tenggelamnya matahari. Hal ini telah disepakati oleh seluruh ulama. Sedangkan mengenai akhir waktu maghrib, para ulama berselisih pendapat. Kalangan ulama mazhab Maliki berpendapat sebagaimana yang ditetapkan dalam hadis narasi Ibnu Abbas bahwa Jibril shalat bersama dengan Nabi Saw dua hari ketika orang yang berpuasa berbuka.
Inilah pendapat yang dijadikan pegangan oleh kalangan mazhab lainnya berdasarkan hadis narasi Ibnu Umar bahwa Nabi bersabda:”Dan waktu Maghrib adalah selama warna putih pada rona merah (yang terbentuk setelah matahari tenggelam) belum hilang.”
Waktu Isya’: Waktu isya dimulai sejak hilangnya mega merah berdasarkan hadis Jibril di atas, sementara akhir waktu adalah sepertiga malam yang pertama, merujuk pada hadis Jibril di atas.
Waktu Shubuh: Dimulai dari terbitnya fajar (hal ini telah disepakati para ulama) dan berakhirnya dengan terbitnya matahari. Sebagaimana hadis narasi Ibnu Umar “waktu shalat shubuh adalah dari terbit fajar selama matahari belum terbit”. Ini adalah pendapat mayoritas ahli fiqh. Sedangkan menurut sebagian kalangan ulama mazhab Syafi’i dan Maliki, akhir waktu shalat subuh adalah saat hari mulai terang.
3.    Waktu-waktu yang dilarang shalat
-          Dua diantaranya yaitu sesudah shalat subuh hingga terbit matahari dan sesudah shalat ashar sehingga cahaya matahari tampak menguning.
-          Tiga diantaranya yaitu pertama, ketika matahari sedang terbit sampai setinggi kira-kira tiga meter, sehingga telah hilang warna kemerahan di sekeliling matahari tersebut, dan tidak lebih waktunya kira-kira dari seperempat jam. Kedua, ketika matahari tepat persis berada di tengah-tengah langit sehingga condong di sebelah barat. Waktunya tidak lebih kira-kira sepertiga jam. Ketiga, tatkala lingkaran cahaya yang mengelilingi matahari telah menguning sampai ia terbenam. 























DAFTAR PUSTAKA

Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam (Bandung: PT Sinar Baru Algensindo, 1986)

Aziz Muhammad Azzam dkk, Abdul.  Fiqh Ibadah (Jakarta: AMZAH, 2015)

Ulfah, Isnatin. Fiqih Ibadah, (Ponorogo: STAIN Po Press, 2009)

Qadir Ar-Rahbawi, Syaikh Abdul. Panduan Lengkap Shalat Menurut Empat Madzhab (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007)

Ayyub, Syaikh Hasan. Fikih Ibadah (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006)





[1] Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Ibadah (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), hlm. 127
[2] H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: PT Sinar Baru Algensindo, 1986), hlm 53
[3] Al-Ankabut: 45  
[4] Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah (Jakarta: AMZAH, 2015), hlm. 145
[5] Al-Baqarah: 153
[6] Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah, (Ponorogo: STAIN Po Press, 2009), hlm 58
[7] Syaikh Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Panduan Lengkap Shalat Menurut Empat Madzhab (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), hlm. 183
[8] Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah (Jakarta: AMZAH, 2015), hlm. 145

[9] Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Ibadah (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), hlm. 140-143


Entri yang Diunggulkan

KAMMI IAIN Ponorogo gelar penggalangan dana

Organisasi KAMMI gelar penggalangan dana untuk membantu korban Gempa di Lombok Kader KAMMI Daerah Ponorogo menggalang dana untuk membantu...