Kamis, 25 Januari 2018

pengertian sholat

A.     Latar Belakang

Sholat merupakan ibadah paling pertama yang diwajibkan oleh Allah kepada hambanya. Allah mewajibkan shalat dengan cara bercakap-cakap langsung dengan Rasulullah di malam mi’raj. Shalat merupakan amalan pertama yang akan dihisab kelak di yaumul akhir. Shalat juga menjadi wasiat terakhir yang diucapakn Rasulullah SAW. Untuk umatnya sebelum beliau wafat. Shalat juga menjadi ibadah terakhir yang akan hilang dalam islam, jika dia telah lenyap maka hilanglah islam.

Shalat merupakan kewajiban yang dibebankan kepada seorang muslim berbeda dengan ibadah lainnya yang juga termasuk rukun islam. Seorang muslim tidak boleh meninggalkan shalat kecuali dia gila,atau anak kecil , wanita yang sedang haids dan nifas.


B.     Rumusan masalah

1.      Apa pengertian shalat ?
2.      Apa dasar hukum shalat ?
3.      Kapan waktu untuk melaksanakan shalat ?

C.      Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian shalat
2.      Untuk mengetahui dasar-dasar hukum shalat
3.      Untuk mengetahui waktu-waktu shalat






 



A.    Pengertian sholat fardhu


Kata shalat secara bahasa berarti doa atau (al du’a), sebagaimana yang dimaksud dalam qur’an surat at taubah (13): 103 yang artinya
“Dn berdoalah untuk mereka sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketrentaman jiwa bagi mereka. Dan allah maha mendengar lagi maha mengetahui”

Sedangkan secara istilah shalat sering di definisikan sebagai: ucapan ucapan (aqwal) dan gerakan gerakan (af’al) yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan di akhiri dengan salam.[1]

Sholat dalam islam memiliki kedudukan yang sangat penting dan tidak ada ibadah yang menduduki posisi sepentintg shalat. Shalat merupakan tiang agama yang tidak mungkin agama bisa berdiri tanpa tiang tersebut. Hal itu sebagaimana hadis rasullullah saw:

“Urusan yang paling utama adalah islam, dan tiangnya adalah shalat, serta puncaknya adalah jihad di jalan allah.”

Shalat juga merupakan ibadah paling pertama yang diwajibkan oleh allah kepada hambanya. Allah mewajibkian shalat dengan cara bercakap cakap langsung dengan rasulullah di malam mi’raj. Shalat juga merupakan amalan pertama yng akan dihisab kelak di yaumul akhir.

Shalat juga menjadi wasiat terakhir yang di ucapkan rasullullah saw. Untuk umatnya sebelum beliau wafat, dalam wasiatnya beliau berkata

“jagalah shalat, jagalah shalat, dan jagalah sumpah sumpah kalian.”

Shalat juga menjadi ibadah terakhir yang akan hilang dalam islam; jika dia telah lenyap maka hilanglah islam. Dengan shalat kita ikut menjaga agama dan kita diperintahkan untuk menjaga shalat dalam keadaan bermukim atau bepergian,dalam keadaan aman maupun ketakutan.[2]


Pada hakikatnya, shalat merupakan perjalanan spiritual untuk berhubungan dan bertemu dengan allah yang dilakukan pada waktu tertentu. Seseorang yang melakukan shalat, pada hakikatnya ia melepaskan diri dari sgala kesibukan duniawi dan berkonsentrasi sepenuhnya untuk bermunajat memohon petunjuk serta memohon pertolongan dari Allah SWT.[3]

B.     Dasar Hukum Shalat Fardhu


Dasar hukum kewajiban melaksanakan shalat fardhu antara lain:

1.      Al qur’an surat al baqarah : 110

بَصِيرٌ تَعْمَلُونَ بِمَا اللَّهَ إِنَّ ۗللَّهِ عِنْدَ تَجِدُوهُ خَيْرٍ مِنْ لِأَنْفُسِكُمْ تُقَدِّمُوا وَمَا ۚ الزَّكَاةَ وَآتُوا الصَّلَاةَ وَأَقِيمُو
ا
”Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi allah. Sesungguhnya allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.”

2.      Al qur’an surat al isra’ : 78

“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malamdan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).”

3.      Al qur’an surat al khautsar : 2

“maka dirikanlah shalat karena tuhanmu dan berkorbanlah”

4.      Hadis nabi saw
Islam ditegakkan diatas lima (dasar): bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain allah dan bahwa nabi muhammad adalah utusan allah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji ke baitullah dan puasa ramadhan. (disepakati para ahli hadis).
5.      Surat Al-Haj ayat 77
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” 

6.      Surat Al-Baqarah ayat 43
Artinya: ”Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku 
Sabda Rasulullah:
Artinya: ”Islam ialah bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad utusan Allah, mengerjakan shalat lima waktu, memberikan zakat, melakukanpuasa pada bulan Ramadhan, dan menjalankan ibadat haji jika mampu.” (H. R. Muslim dari Umar bin Khaththab)

7.      Ijma’
Semua ulama sepakat bahwa shalat lima waktu (al shalawat al-khams) sehari semalam hukumnya wajib, sejak nabi melakukan isra’ dan mi’raj sebelum hijrah. [4]

C.    Waktu waktu shalat fardhu menurut para ulama dan dasar hukumnya          

لِلذَّاكِرِينَ ذِكْرَىٰ ذَٰلِكَ ۚ السَّيِّئَاتِ يُذْهِبْنَ لْحَسَنَاتِإِنَّ ۚاللَّيْلِ مِنَ وَزُلَفًا لنَّهَارِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ
Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.”[5]
Dan firman Allah yang lain:
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam, dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu diaksikan (oleh malaikat).” (Al isro’:78)
Dan di surat thaha:
Dan bertasbihlah dengan memuji tuhanmu, sebelum terbit matahari dan terbenamnya, dam bertasbih pulalah  pada waktu waktu disiang hari, supaya kamu merasa senang.” (Thaha:130)[6]
Hadis al bukhori adalah hadis paling shahih tentang batasan waktu waktu shalat, yaitu hadits dari jabir bin abdullah ra. Bahwa jibril as datang kepada nabi saw. Lalu berkata, “bangun lalu shalatlah.” Kemudian rasulullah shalat dhuhur ketika matahari tergelincir. Lalu datanglah waktu ashar, jibril berkata, “bangun dan shalatlah.” Kemudian rasulullah shalat asar ketika bayangan tubuh sama dengan aslinya. Kemudian datang waktu magrib ketika matahari terbenam, kemudian datang wakti isya’, lalu jibril berkata “bangun dan shalatlah.” Maka rasulullah shalat isya’ ketika tanda merah. Kemudian datanglah waktu fajar ketida ada kilatan fajar, atau dikatakan ketika cahaya fajar muncul, kemudian keesokan harinya datang waktu dzuhur, dan jibril berkata “bangun dan shalatlah.” Lalu rosulullah shalat dzuhur ketika bayangan tubuh sama dengan aslinya, kemudian datang waktu ashar, dan jibril berkata “bangun dan shalatlah.” Kemudian rasulullah shalat ashar ketika bayangan tubuh sama dengan aslinya, kemudian datang waktu maghrib satu waktu yang tidak lama, kemudian datang waktu isya’ ketika masuk pertengahan malam, atau sepertiga malam maka rosulullah shalat isya’, kemudian jibril datang ketika langit begitu cerah, dan dia berkata, “bangun dan shalatlah.” Maka rasulullah shalat subuh, kemudian bersabda, “diantara dua waktu ini ada waktu waktu shalat.” (HR. Ahmad dan At tirmidzi)
Waktu waktu yang dijelaskan dalam hadis ini, adalah waktu waktu yang diperbolehkan shalat (dalam keadaan normal), adapun untuk darurat atau udzur maka waktu shalat bisa panjang dari yang telah ditetapkan.[7]
Setiap waktu shalat bisa terus berlangsung sampai waktu shalat berikutnya datang, kecuali shalat subuh yang waktunya berakhir sampai terbitnya matahari. Hal ini sebagimana yang dijelaskan dalam hadits dari Abdullah bin Amr bin Al Ash ra, ia berkata, bahwa rasulullah bersabda, “waktu dzuhur adalah apabila tergelincirnya matahari, sampai bayangan seseorang sama dengan panjang(badannya) selama belum hadir waktu ashar. Dan waktu ashar adalah, slama matahari belum berwarna kuning. Dan waktu shalat maghrib adalah, selama belum hilang tanda merah. Dan waktu isya’ adalah hingga setengah malah yang pertengahan. Dan waktu shalat subuh adalah dari terbit fajar sampai sebelum terbit matahari, maka apabila terbit matahari janganlah shalat karena dia terbit diantara dua tanduk setan.” (HR. Muslim)
1.      Wakktu dua isya’

Syafi’i dan hanbali (berdasarkan pendapat iman syafi’i dan imam ahmad bin hanbal):Waktu magrib dimulai dari hilangnya sinar matahari dan berakhir sampai hilangnya cahaya merah di arah barat.

Maliki: sesungguhnya waktu magrib itu sempit. Waktunya khusus dari awalhanya cukup untuk mendirikan sampai diperkirakan dapat melaksanakan shalat magrib itu, yang mana termasuk di dalamnya cukup untuk bersuci dan adzan serta tidak boleh mengakhirkannya (mengundurkan) dari waktu ini dengan sesuka hati (sengaja). Sedangkan bagi orang yang terpaksa, maka waktu magrib berlaku sampai terbitnya fajar, hanya tidak boleh mengakhirkan waktu magrib dari awal waktunya.

Imaniyah: Waktu shalat magrib hanya khusus dari awal waktu terbensmnya matahari sampai diperkirakan dapat melaksanakannya, sedangkan waktu isya’ hanya khusus dari qakhir separo malam pada bagian pertama (kalau malam itu dibagi dua) sampai diperkirakan dapat melaksanakannya. Diantara dua waktu tersebut adalah waktu musytarak (penggabungan) antara shalat magrib dan isya’. Dari itu, merena (imaniyah) membolehkan melaksanakan shlat jama’, pada waktu musytarak ini. Keterangan diatas kalau dihubungkan dengan orang yang memilih.tapi kalau bagi orang yang terpaksa, baik karna tidur atau lupa, maka waktu dua shalat tersebut sampai pada terbitnya fajar, hanya waktu shalat isya’ khusus dari akhir waktu malam sampai di perkirakan dapat (cukup) untuk melaksanakannya saja dan waktu shalat maghrib khusus dari bagian pertama dari separo (setengah) malam bagian kedua sampai diperkirakan dapat (cukup) untuk melaksanakannya saja.[8]

2.      Waktu Subuh
Yaitu terbitnya fajar shadiq sampai terbitnya matahari, menurut kesepakatan ulama semua madzab kecuali maliki.

Maliki: waktu subuh ada dua: pertama adalah ikhtiari (memilih) yaitu dari terbitny fajar sampai terlihatnya wajah orang yang kita pandang; sedangkan kedua adalah idhthirari  (terpaksa), yaitu dari terlihatnya wajah tersebut sampai terbitnya matahari
.
3.      Waktu dua dzuhur (dzuhur dan ashar)

Para ahli fiqih memulai dengan shalat dzuhur karena ia merupakan shalat pertama yang diperintahkan kemudian setelah itu difardhukan shalat ashar, kemudian maghrib lalu isya’,kemudian shalat subuh secara tertib.

Para ulama madzab sepakat bahwa shalat itu tidak boleh didirikan sebelum masuk waktunya, dan juga sepakat bahwa apabila matahari telah tergelincir berarti waktu dzuhur telah masuk,hanya mereka berbeda pendapat tentang batas ketentuan waktu ini dan sampai kapan waktu shalat itu berakhir.

Imamiyah : waktu dzuhur itu hanya khusus dari setelah tergelincirnya matahari sampai diperkirakan dapat melaksanakannya, dan waktu ashar juga khusus dari akhir waktu siang sampai diperkirakan dapat melaksanakannya dan anatara yang pertama dan yang terakhir iti ada waktu musytarak(menghubungkan) antara dua shalat (dzuhur dan ashar). Dengan dasar inilah imamiyah membolehkan melakukan jama’ atau mengumpulkan antara dzuhur dan ashar yaitu pada waktu musytarak. Apabial waktunya sempit dan sisa waktunya hanya cukup untuk mendirikan shalat dzuhur saja, maka boleh mendahulukan shalat ashar dan shalat dzuhur, kemudian shalat dzuhur pada waktu terakhir dengan qadha’

Empat madzab: waktu dzuhur dimulai dari tergelincirnya matahari sampai bayang bayang sessuatu sama panjangnya dengan sesuatu itu. Apabila lebih, walau hanya sedikit berarti waktu dzuhur telah habis. Tetapi syafi’i dan maliki : batasan ini hanya berlaku khusus bagi orang yang memilihnya, sedangkan bagi orang yang terpaksa, maka waktu dzuhur itu sampai bayang bayang sesuatu (benda) lebih panjang dari benda tersebut.

Imamiyah :ukuran panjangnya bayang bayang sesuatu sampai sama dengan panjang benda tersebut merupakan waktu dzuhur yang paling utama. Dan kalau ukuran bayang bayang suatu benda lebih panjang dua kali dari benda tersebut merupakan waktu ashar yang utama.
Hanafi dan syafi’i : waktu ashar dimulai dari lebihnya bayang bayang sesuatu (dalam ukuran panjang) dengan benda tersebut sampai terbenamnya matahari.

Maliki : ashar mempunyai dua waktu. Yang pertama disebut waktu ikhtiari yaitu dimulai dari lebihnya bayang bayang suatu benda dari benda tersebut, sampai matahari tampak menguning. Sedangkan yang kedua disebut waktu idhthirari yaitu dimulai dari matahari yang nampak menguning sampai terbenamnya matahari.

Hanbali: yang termasuk paling akhirnya waktu shalat ashar adalah sampai bayang bayang sesuatu benda lebih panjang dua kali dari benda tersebut dan pada saat itu boleh mendirikan shalat ashar sampai terbenamnya matahari, tetapi orang yang shalat pada saat itu berdosa, dan diharamkan sampai mengakhirkannya pada waktu tersebut. Madzab madzab yang lain tidak sependapat dengan pendapat diatas. [9]
Waktu-waktu yang haram dan makruh untuk shalat
Melaksanakan shalat diharamkan pada tiga waktu,selain waktu yang dicualikan oleh sebagian madzhab,yaitu:
a.       Ketika terbit matahari sampai meningi. Sama saja apakah itu shalat fardhu, atau sunah, apakah secara langsung atau qadha’, sebagimana yang dijelaskan dalam hadits dari ‘Uqbah bin Amir ra. Berkata,”ada tiga waktu yang dilarang oleh Rasulullah untuk melaksanakan shalat dan menguburkan jenazah, yaitu : ketika matahari terbit hingga tinggi, ketika berada tegak agak diatas langit sampai tergelincir, dan ketika matahari hampir terbenam hingga benar benar terbenam.”(HR. Al-jamaah kecuai Al- Bukhari)[10]

Disini ada pengecualian yaitu shalat subuh dan ashar, maka jika seorang mendapatkan satu rakaat sebelum terbitnya matahari maka sempurnalah shalatnya, menurut malikiyah dan asy syafi’iyah dan menurut hanafiyah dan hanabila: jika matahari terbit dari seseorang sedang shalat maka batal shalatnya.
Adapun jika ia mendapatkan satu rakaat shalat ashar sebelum terbenamnya matahari maka sempurnalah shalatnya dan sah menurut mayoritas para ulama. Sebagimana yang dijelaskan dalam hadits dari Abu hurairah ra, ia berkata : bahwa rasulullah SAW. Bersabda, “ barang siapa yang mendapatkan satu rakaat dari salah satu shalat maka dia telah mendaptkan shalat tersebut”(HR.Al-Jamaah)

Dan untuk Al-Bukhari, “ apabila salah seorang diantara kamu mendapatkan satu sujud dari shalat ashar sebelum terbenamnya matahari, maka sempurnalah shalatnya, dan jika mendapatkan satu sujud dari shalat subuh sebelum terbinta matahari maka sempurnalah shalatnya.” Yang dimaksud sujud adalah rakaat

b.      Ketika istiwa’( tegak lurus) yaitu lurusnya matahari pada pertengahan siang hari sampai tergelincir. Seperti yang telah dijelaskan dalam hadits ‘Uqbah. Namun Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah memberi pengecualian hari jum’at dan shalat di masjidil haram Makkah. Hanabilah sepakat denga mereka, bolehnya shalat takhiyatul masjid disaat saat itu pada hari jum’at. Demikian juga dengan Abu Yusuf dari pengikiut Hanafi, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Qatadah ra, ia berkata, “bahwa Rasullulah SAW. Membenci shalat pada pertengahan siang kecuali hari jum’at. Dan beliau bersabda, ‘sesungguhnya api neraka jahanam berkobar kecuali pada hari jum’at.”(HR. Abu Dawud)[11]
Mengenai dalil mereka tentang bolehnya shalat di Masjidi Haram Makkah pada waktu istiwa’ adalah hadits dari Jubair bin Muth’in ra, ia berkata bahwa nabi bersabda,” wahai anak cucu abdi manaf, jangan kamu larang siapa pun yang thawaf dirumah( Allah) ini an shalat, di waktu apa saja yang ia mau, siang atau maalam.” HR. Ashabus Sunan dan dishahikan Ibnu Khuzaimah dan At-Tirmdzi.

c.       Ketika matahari berwarna kuning hendak terbenam hingga benar-benar terbenam diamana orang bisa melihat matahari secara langsung. Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits ‘Uqbah. Namun ada pengecualian yaitu shalat ashar hari itu seperti yang telah dikemukakan. Dan Asy-Syafi’iah memberi pengecualian shalat di masjidil haram Makkah untuk semua waktu, sebagai pengalaman dari hadits jubair bin muth’in yan telah diutarakan.[12]

Waktu-waktu yang dimakruhkan untuk shalat
Setelah shalat subuh hingga matahari meninggi, dan setelah shalat ashar hingga matahari terbenam. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri ra,ia berkata; bahwa Rasulullah SAW. Bersabda “ tidak ada shalat subuh hingga matahari terbit, dan tidak ada shalat setelah shalat ashar hingga matahari terbenam.”(HR. Asy-Syaikhani dan An-Nasa’i)
Hanafiyah beroendapat: dimakruhkan shalat setelah terbitnya fajar kecuali shalat sunah subuh, sebagaimana hadits dari Yasar Maula Ibnu Umar, ia berkata,”sesungguhnya Rasulullah meninggalkan kami dan kami sedang shalat pada saat itu,lalu ia bersabda,”supaya orang yang menyaksikan diantara kamu menyampaikan kepada yang tidak menyaksikan,bahwa tidak ada shalat setelah subuh kecuali dua rakaat.”(HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Dalam hal ini  ada pengecualian yaitu untuk shalat yang telah lewat  waktunya maka sah dilakukan pada waktu-waktu yang makruh,sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “barang siapa yang lupa mengerjakan shalat maka shalatlah kapan saja jika dia ingat.”(muttafaqun ‘alaih)
Demikian juga Asy-Syafi’iyah berpendsapat, boleh shalat seperti itu jika ada sebab,seperti shalat tahiyatul masjid, shalat sunnah setelah wudhu(syukrul wudhu), shalat sunnah sebelum wudhu dan sunnah sebelum ashar jika belum sempat dilakukan sebelum shalat fardhu karena ada udzur. Misalnya kearena ingin mengejar atau mendapatkan berjamaah atau yang lainnya. Demikian juga shalat sunnah thawaf.
Dan hanabilah juga sepakat dengan mereka dalam hal yang terakhir. Hal ini sebagimana hadits dari Aisyah ra,ia berkata,”Rasulullah tidak pernah meninggalkan dua rakaat sesudah ashar.”(HR. Al-Bukhari)
Dan pada lafadz lain,”tidak pernah meninggalkannya baik secara sembunyi atau terang-terangan.”
Adapun dalil bolehnya shalat di Masjidil Haram Makkah yaitu hadits Jubair bin Muth’in yang telah disampaikan, dan hadits dari Abu Dzar ra,bahwa suatu ketika ia naik di atas tangga ka’bah dsan berkata,”barangsiapa yang mengenalku maka sunnguh dia telah mengenalku, dan barangsiapa yang tidsak mengenalku maka aku adalah jundub. Aku mendengar Rasulullah SAW. Bersabda,” tidak ada shalat setelah subh hingga matahari terbit, dan tidak ada shalat setelah ashar hingga matahari terbenam,kecuali di Makkah.”dikeluarkan oleh Razin.[13]
d.      Ketika iqamat shalat telah dimulai. Maka pada waktu itu makruh melaksanakan shalat sunnah walaupun rawatib. Apabila belum sampai satu rakaat, namun apabila sudah mencapai satu rakaat, maka tambahkan lah yang kedua dan sempurnakanlah shalat rawatib tersebut. Dan jika belum mencapai satu rakaat yaitu belum ruku’,hanya baru membaca fatihah,maka ucapkan salam dan putuskanlah shalatnya, dan lebih baik raihlah jamaah, hal ini sebagimana hadits dari Abu Hurairah ra,ia berkata:”sesungguhnya nabi SAW. Bersabda, “apabila telah dikumadangkan iqamah ,maka janganlah shalat kecuali yang wajib.” Dan dalam riwayat lain.”kecuali shalat yang dibacakan iqamatnya tersebut.”(HR. Imam yang tujuh kecuali Al-Bukhari)

Kecuali Hanafiyah mereka berpendapat : barangsiapa yang datang untuk shalat subuh dan dikumandangkan iqamah, maka hendaknya dia melaksanakan shalat sunah subuh di luar masjid apabila dia yakin akan mendapatkan jamaah,maka segera bergabunglah dengan jamaah dan tinggalkanlah shalat sunnah.[14]
























Kesimpulan
Shalat adalah ucapan ucapan (aqwal) dan gerakan gerakan (af’al) yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan di akhiri dengan salam.
Dasar-dasar hukum shalat kebanyakan berdasarkan dalil-dalil al-qur’an, sepert :Al qur’an surat al baqarah : 110, Al qur’an surat al isra’ : 78,Al qur’an surat al khautsar : 2,Surat Al-Haj ayat 77,Surat Al-Baqarah ayat 43 dan Hadits nabi dan ijma para ulama.
Dalam melaksanakan shalat fardhu, setiap shalatnya memiliki waktu-waktu tertentu, yaitu:  “waktu dzuhur adalah apabila tergelincirnya matahari, sampai bayangan seseorang sama dengan panjang(badannya) selama belum hadir waktu ashar. Dan waktu ashar adalah, slama matahari belum berwarna kuning. Dan waktu shalat maghrib adalah, selama belum hilang tanda merah. Dan waktu isya’ adalah hingga setengah malah yang pertengahan. Dan waktu shalat subuh adalah dari terbit fajar sampai sebelum terbit matahari, maka apabila terbit matahari janganlah shalat karena dia terbit diantara dua tanduk setan.” (HR. Muslim).
Melaksanakan shalat diharamkan pada tiga waktu,selain waktu yang dicualikan oleh sebagian madzhab,yaitu:Ketika terbit matahari sampai meningi,Ketika istiwa’( tegak lurus) yaitu lurusnya matahari pada pertengahan siang hari sampai tergelincir, Ketika matahari berwarna kuning hendak terbenam hingga benar-benar terbenam diamana orang bisa melihat matahari secara langsung, Ketika iqamat shalat telah dimulai. Waktu-waktu yang dimakruhkan untuk shalat Setelah shalat subuh hingga matahari meninggi, dan setelah shalat ashar hingga matahari terbenam. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri ra,ia berkata; bahwa Rasulullah SAW. Bersabda “ tidak ada shalat subuh hingga matahari terbit, dan tidak ada shalat setelah shalat ashar hingga matahari terbenam.”(HR. Asy-Syaikhani dan An-Nasa’i)





 


DAFTAR PUSTAKA


Ulfah,Isnatin.2016. Fikih ibadah menurut al-qur’an,sunnah,dan tinjauan berbagai madzhab. Ponorogo. STAIN PO PRESS.
Syaikh Abdul Qadir Ar-Rahbawi.2007. Panduan Lengkap Shalat Empat Madzab. PUSTAKA AL-KAUTSAR
Muhammad Jawad Mughniyah.2015.fiqih lima madzab. PENERBIT LENTERA
https://tafsirq.com/11-hud/ayat-114.pukul;16:53

 




[1] Isnatin ulfah, FIQIH IBADAH: Menurut al qur’an, sunah dan tinjauan berbagai madzab. (Ponorogo: STAIN PO, Press, 2009) 57
[2] Syaikh Abdul Qadir Ar-Rahbawi, PANDUAN LENGKAP SHALAT MENURUT EMPAT MADZAB
[3] Ibid, hal 59
[4] Isnatin Ulfah.
[5] QS. Hud :144
[6] Ibid. Hal 183
[7] Ibid. Hal 184
[8]Muhammad Jawad Mughniyah. FIQIH LIMA MADZAB: shalat,hal 95
[9] Ibid, hal 96

[10] Ibid. Hal 185
[11] Ibid. Hal 186
[12] Ibid. Hal 187
[13] Ibid.hal 18
[14] Ibid. Hal 189

Tidak ada komentar:

Entri yang Diunggulkan

KAMMI IAIN Ponorogo gelar penggalangan dana

Organisasi KAMMI gelar penggalangan dana untuk membantu korban Gempa di Lombok Kader KAMMI Daerah Ponorogo menggalang dana untuk membantu...