A. Latar Belakang
Sholat
merupakan ibadah paling pertama yang diwajibkan oleh Allah kepada hambanya.
Allah mewajibkan shalat dengan cara bercakap-cakap langsung dengan Rasulullah
di malam mi’raj. Shalat merupakan amalan pertama yang akan dihisab kelak di yaumul akhir. Shalat juga menjadi wasiat
terakhir yang diucapakn Rasulullah SAW. Untuk umatnya sebelum beliau wafat.
Shalat juga menjadi ibadah terakhir yang akan hilang dalam islam, jika dia
telah lenyap maka hilanglah islam.
Shalat
merupakan kewajiban yang dibebankan kepada seorang muslim berbeda dengan ibadah
lainnya yang juga termasuk rukun islam. Seorang muslim tidak boleh meninggalkan
shalat kecuali dia gila,atau anak kecil , wanita yang sedang haids dan nifas.
B.
Rumusan masalah
1. Apa pengertian shalat ?
2. Apa dasar hukum shalat ?
3. Kapan waktu untuk melaksanakan shalat ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian shalat
2. Untuk mengetahui dasar-dasar hukum
shalat
3. Untuk mengetahui waktu-waktu shalat
A.
Pengertian sholat fardhu
Kata
shalat secara bahasa berarti doa atau (al du’a), sebagaimana yang dimaksud
dalam qur’an surat at taubah (13): 103 yang artinya
“Dn
berdoalah untuk mereka sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketrentaman jiwa
bagi mereka. Dan allah maha mendengar lagi maha mengetahui”
Sedangkan
secara istilah shalat sering di definisikan sebagai: ucapan ucapan (aqwal) dan
gerakan gerakan (af’al) yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan di akhiri
dengan salam.[1]
Sholat
dalam islam memiliki kedudukan yang sangat penting dan tidak ada ibadah yang
menduduki posisi sepentintg shalat. Shalat merupakan tiang agama yang tidak
mungkin agama bisa berdiri tanpa tiang tersebut. Hal itu sebagaimana hadis
rasullullah saw:
“Urusan yang paling
utama adalah islam, dan tiangnya adalah shalat, serta puncaknya adalah jihad di
jalan allah.”
Shalat
juga merupakan ibadah paling pertama yang diwajibkan oleh allah kepada
hambanya. Allah mewajibkian shalat dengan cara bercakap cakap langsung dengan
rasulullah di malam mi’raj. Shalat juga merupakan amalan pertama yng akan
dihisab kelak di yaumul akhir.
Shalat
juga menjadi wasiat terakhir yang di ucapkan rasullullah saw. Untuk umatnya
sebelum beliau wafat, dalam wasiatnya beliau berkata
“jagalah shalat,
jagalah shalat, dan jagalah sumpah sumpah kalian.”
Shalat
juga menjadi ibadah terakhir yang akan hilang dalam islam; jika dia telah
lenyap maka hilanglah islam. Dengan shalat kita ikut menjaga agama dan kita
diperintahkan untuk menjaga shalat dalam keadaan bermukim atau bepergian,dalam
keadaan aman maupun ketakutan.[2]
Pada
hakikatnya, shalat merupakan perjalanan spiritual untuk berhubungan dan bertemu
dengan allah yang dilakukan pada waktu tertentu. Seseorang yang melakukan
shalat, pada hakikatnya ia melepaskan diri dari sgala kesibukan duniawi dan
berkonsentrasi sepenuhnya untuk bermunajat memohon petunjuk serta memohon
pertolongan dari Allah SWT.[3]
B.
Dasar Hukum Shalat Fardhu
Dasar
hukum kewajiban melaksanakan shalat fardhu antara lain:
1. Al qur’an surat al baqarah : 110
بَصِيرٌ تَعْمَلُونَ بِمَا اللَّهَ إِنَّ ۗللَّهِ عِنْدَ تَجِدُوهُ خَيْرٍ مِنْ
لِأَنْفُسِكُمْ تُقَدِّمُوا وَمَا
ۚ الزَّكَاةَ وَآتُوا الصَّلَاةَ وَأَقِيمُو
ا
”Dan
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi allah.
Sesungguhnya allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
2. Al qur’an surat al isra’ : 78
“Dirikanlah
shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malamdan (dirikanlah pula
shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).”
3. Al qur’an surat al khautsar : 2
“maka
dirikanlah shalat karena tuhanmu dan berkorbanlah”
4. Hadis nabi saw
Islam ditegakkan diatas lima (dasar):
bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain allah dan bahwa nabi muhammad adalah
utusan allah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji ke baitullah dan puasa
ramadhan. (disepakati para ahli hadis).
5. Surat Al-Haj ayat 77
Artinya:
”Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu
dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”
6. Surat Al-Baqarah ayat 43
Artinya: ”Dan
Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku
Sabda Rasulullah:
Artinya: ”Islam
ialah bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad utusan Allah,
mengerjakan shalat lima waktu, memberikan zakat, melakukanpuasa pada bulan
Ramadhan, dan menjalankan ibadat haji jika mampu.” (H. R. Muslim dari Umar
bin Khaththab)
7. Ijma’
Semua ulama sepakat bahwa shalat lima
waktu (al shalawat al-khams) sehari semalam hukumnya wajib, sejak nabi
melakukan isra’ dan mi’raj sebelum hijrah. [4]
C.
Waktu waktu shalat fardhu menurut para ulama dan dasar
hukumnya
لِلذَّاكِرِينَ ذِكْرَىٰ
ذَٰلِكَ ۚ السَّيِّئَاتِ يُذْهِبْنَ لْحَسَنَاتِإِنَّ ۚاللَّيْلِ مِنَ
وَزُلَفًا لنَّهَارِ وَأَقِمِ
الصَّلَاةَ طَرَفَيِ
“Dan
dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada
bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik
itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi
orang-orang yang ingat.”[5]
Dan firman Allah yang lain:
“Dirikanlah
shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam, dan (dirikanlah
pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu diaksikan (oleh malaikat).” (Al
isro’:78)
Dan di surat thaha:
“Dan
bertasbihlah dengan memuji tuhanmu, sebelum terbit matahari dan terbenamnya,
dam bertasbih pulalah pada waktu waktu
disiang hari, supaya kamu merasa senang.” (Thaha:130)[6]
Hadis al
bukhori adalah hadis paling shahih tentang batasan waktu waktu shalat, yaitu
hadits dari jabir bin abdullah ra. Bahwa jibril as datang kepada nabi saw. Lalu
berkata, “bangun lalu shalatlah.”
Kemudian rasulullah shalat dhuhur ketika matahari tergelincir. Lalu datanglah
waktu ashar, jibril berkata, “bangun dan shalatlah.” Kemudian rasulullah shalat
asar ketika bayangan tubuh sama dengan aslinya. Kemudian datang waktu magrib
ketika matahari terbenam, kemudian datang wakti isya’, lalu jibril berkata
“bangun dan shalatlah.” Maka rasulullah shalat isya’ ketika tanda merah.
Kemudian datanglah waktu fajar ketida ada kilatan fajar, atau dikatakan ketika
cahaya fajar muncul, kemudian keesokan harinya datang waktu dzuhur, dan jibril
berkata “bangun dan shalatlah.” Lalu rosulullah shalat dzuhur ketika bayangan
tubuh sama dengan aslinya, kemudian datang waktu ashar, dan jibril berkata
“bangun dan shalatlah.” Kemudian rasulullah shalat ashar ketika bayangan tubuh
sama dengan aslinya, kemudian datang waktu maghrib satu waktu yang tidak lama,
kemudian datang waktu isya’ ketika masuk pertengahan malam, atau sepertiga
malam maka rosulullah shalat isya’, kemudian jibril datang ketika langit begitu
cerah, dan dia berkata, “bangun dan shalatlah.” Maka rasulullah shalat subuh,
kemudian bersabda, “diantara dua waktu ini ada waktu waktu shalat.” (HR.
Ahmad dan At tirmidzi)
Waktu waktu
yang dijelaskan dalam hadis ini, adalah waktu waktu yang diperbolehkan shalat
(dalam keadaan normal), adapun untuk darurat atau udzur maka waktu shalat bisa
panjang dari yang telah ditetapkan.[7]
Setiap waktu
shalat bisa terus berlangsung sampai waktu shalat berikutnya datang, kecuali
shalat subuh yang waktunya berakhir sampai terbitnya matahari. Hal ini
sebagimana yang dijelaskan dalam hadits dari Abdullah bin Amr bin Al Ash ra, ia
berkata, bahwa rasulullah bersabda,
“waktu dzuhur adalah apabila tergelincirnya matahari, sampai bayangan seseorang
sama dengan panjang(badannya) selama belum hadir waktu ashar. Dan waktu ashar
adalah, slama matahari belum berwarna kuning. Dan waktu shalat maghrib adalah,
selama belum hilang tanda merah. Dan waktu isya’ adalah hingga setengah malah
yang pertengahan. Dan waktu shalat subuh adalah dari terbit fajar sampai
sebelum terbit matahari, maka apabila terbit matahari janganlah shalat karena
dia terbit diantara dua tanduk setan.” (HR. Muslim)
1.
Wakktu
dua isya’
Syafi’i dan hanbali
(berdasarkan pendapat iman syafi’i dan imam ahmad bin hanbal):Waktu
magrib dimulai dari hilangnya sinar matahari dan berakhir sampai hilangnya
cahaya merah di arah barat.
Maliki:
sesungguhnya waktu magrib itu sempit. Waktunya khusus dari awalhanya cukup
untuk mendirikan sampai diperkirakan dapat melaksanakan shalat magrib itu, yang
mana termasuk di dalamnya cukup untuk bersuci dan adzan serta tidak boleh
mengakhirkannya (mengundurkan) dari waktu ini dengan sesuka hati (sengaja).
Sedangkan bagi orang yang terpaksa, maka waktu magrib berlaku sampai terbitnya
fajar, hanya tidak boleh mengakhirkan waktu magrib dari awal waktunya.
Imaniyah:
Waktu shalat magrib hanya khusus dari awal waktu terbensmnya matahari sampai
diperkirakan dapat melaksanakannya, sedangkan waktu isya’ hanya khusus dari
qakhir separo malam pada bagian pertama (kalau malam itu dibagi dua) sampai
diperkirakan dapat melaksanakannya. Diantara dua waktu tersebut adalah waktu
musytarak (penggabungan) antara shalat magrib dan isya’. Dari itu, merena
(imaniyah) membolehkan melaksanakan shlat jama’, pada waktu musytarak ini.
Keterangan diatas kalau dihubungkan dengan orang yang memilih.tapi kalau bagi
orang yang terpaksa, baik karna tidur atau lupa, maka waktu dua shalat tersebut
sampai pada terbitnya fajar, hanya waktu shalat isya’ khusus dari akhir waktu
malam sampai di perkirakan dapat (cukup) untuk melaksanakannya saja dan waktu
shalat maghrib khusus dari bagian pertama dari separo (setengah) malam bagian
kedua sampai diperkirakan dapat (cukup) untuk melaksanakannya saja.[8]
2.
Waktu
Subuh
Yaitu terbitnya fajar shadiq sampai
terbitnya matahari, menurut kesepakatan ulama semua madzab kecuali maliki.
Maliki:
waktu subuh ada dua: pertama adalah ikhtiari (memilih) yaitu dari terbitny
fajar sampai terlihatnya wajah orang yang kita pandang; sedangkan kedua adalah
idhthirari (terpaksa), yaitu dari
terlihatnya wajah tersebut sampai terbitnya matahari
.
3. Waktu dua dzuhur (dzuhur dan ashar)
Para ahli fiqih memulai dengan
shalat dzuhur karena ia merupakan shalat pertama yang diperintahkan kemudian
setelah itu difardhukan shalat ashar, kemudian maghrib lalu isya’,kemudian
shalat subuh secara tertib.
Para ulama madzab sepakat bahwa
shalat itu tidak boleh didirikan sebelum masuk waktunya, dan juga sepakat bahwa
apabila matahari telah tergelincir berarti waktu dzuhur telah masuk,hanya
mereka berbeda pendapat tentang batas ketentuan waktu ini dan sampai kapan
waktu shalat itu berakhir.
Imamiyah
: waktu dzuhur itu hanya khusus dari setelah
tergelincirnya matahari sampai diperkirakan dapat melaksanakannya, dan waktu
ashar juga khusus dari akhir waktu siang sampai diperkirakan dapat
melaksanakannya dan anatara yang pertama dan yang terakhir iti ada waktu
musytarak(menghubungkan) antara dua shalat (dzuhur dan ashar). Dengan dasar
inilah imamiyah membolehkan melakukan jama’ atau mengumpulkan antara dzuhur dan
ashar yaitu pada waktu musytarak. Apabial waktunya sempit dan sisa waktunya
hanya cukup untuk mendirikan shalat dzuhur saja, maka boleh mendahulukan shalat
ashar dan shalat dzuhur, kemudian shalat dzuhur pada waktu terakhir dengan
qadha’
Empat
madzab: waktu dzuhur dimulai dari
tergelincirnya matahari sampai bayang bayang sessuatu sama panjangnya dengan
sesuatu itu. Apabila lebih, walau hanya sedikit berarti waktu dzuhur telah
habis. Tetapi syafi’i dan maliki : batasan ini hanya berlaku khusus bagi orang
yang memilihnya, sedangkan bagi orang yang terpaksa, maka waktu dzuhur itu
sampai bayang bayang sesuatu (benda) lebih panjang dari benda tersebut.
Imamiyah
:ukuran panjangnya bayang bayang sesuatu sampai sama
dengan panjang benda tersebut merupakan waktu dzuhur yang paling utama. Dan
kalau ukuran bayang bayang suatu benda lebih panjang dua kali dari benda
tersebut merupakan waktu ashar yang utama.
Hanafi dan syafi’i : waktu ashar
dimulai dari lebihnya bayang bayang sesuatu (dalam ukuran panjang) dengan benda
tersebut sampai terbenamnya matahari.
Maliki
: ashar mempunyai dua waktu. Yang pertama disebut
waktu ikhtiari yaitu dimulai dari lebihnya bayang bayang suatu benda dari benda
tersebut, sampai matahari tampak menguning. Sedangkan yang kedua disebut waktu
idhthirari yaitu dimulai dari matahari yang nampak menguning sampai terbenamnya
matahari.
Hanbali:
yang termasuk paling akhirnya waktu shalat ashar adalah sampai bayang bayang
sesuatu benda lebih panjang dua kali dari benda tersebut dan pada saat itu
boleh mendirikan shalat ashar sampai terbenamnya matahari, tetapi orang yang
shalat pada saat itu berdosa, dan diharamkan sampai mengakhirkannya pada waktu
tersebut. Madzab madzab yang lain tidak sependapat dengan pendapat diatas. [9]
Waktu-waktu
yang haram dan makruh untuk shalat
Melaksanakan shalat diharamkan pada
tiga waktu,selain waktu yang dicualikan oleh sebagian madzhab,yaitu:
a.
Ketika terbit matahari sampai
meningi. Sama saja apakah itu shalat fardhu, atau sunah, apakah secara langsung
atau qadha’, sebagimana yang dijelaskan dalam hadits dari ‘Uqbah bin Amir ra.
Berkata,”ada tiga waktu yang dilarang
oleh Rasulullah untuk melaksanakan shalat dan menguburkan jenazah, yaitu :
ketika matahari terbit hingga tinggi, ketika berada tegak agak diatas langit
sampai tergelincir, dan ketika matahari hampir terbenam hingga benar benar
terbenam.”(HR. Al-jamaah kecuai Al- Bukhari)[10]
Disini ada pengecualian yaitu
shalat subuh dan ashar, maka jika seorang mendapatkan satu rakaat sebelum
terbitnya matahari maka sempurnalah shalatnya, menurut malikiyah dan asy syafi’iyah dan menurut hanafiyah dan hanabila:
jika matahari terbit dari seseorang sedang shalat maka batal shalatnya.
Adapun jika ia mendapatkan satu
rakaat shalat ashar sebelum terbenamnya matahari maka sempurnalah shalatnya dan
sah menurut mayoritas para ulama. Sebagimana yang dijelaskan dalam hadits dari
Abu hurairah ra, ia berkata : bahwa rasulullah SAW. Bersabda, “ barang siapa yang mendapatkan satu rakaat
dari salah satu shalat maka dia telah mendaptkan shalat tersebut”(HR.Al-Jamaah)
Dan untuk Al-Bukhari, “ apabila salah seorang diantara kamu mendapatkan
satu sujud dari shalat ashar sebelum terbenamnya matahari, maka sempurnalah
shalatnya, dan jika mendapatkan satu sujud dari shalat subuh sebelum terbinta
matahari maka sempurnalah shalatnya.” Yang dimaksud sujud adalah rakaat
b. Ketika istiwa’( tegak lurus) yaitu
lurusnya matahari pada pertengahan siang hari sampai tergelincir. Seperti yang
telah dijelaskan dalam hadits ‘Uqbah. Namun Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah memberi pengecualian hari jum’at dan
shalat di masjidil haram Makkah. Hanabilah sepakat denga mereka, bolehnya
shalat takhiyatul masjid disaat saat itu pada hari jum’at. Demikian juga dengan
Abu Yusuf dari pengikiut Hanafi,
sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Qatadah ra,
ia berkata, “bahwa Rasullulah SAW. Membenci
shalat pada pertengahan siang kecuali hari jum’at. Dan beliau bersabda,
‘sesungguhnya api neraka jahanam berkobar kecuali pada hari jum’at.”(HR.
Abu Dawud)[11]
Mengenai dalil mereka tentang
bolehnya shalat di Masjidi Haram Makkah pada waktu istiwa’ adalah hadits dari
Jubair bin Muth’in ra, ia berkata bahwa nabi bersabda,” wahai anak cucu abdi manaf, jangan kamu larang siapa pun yang thawaf
dirumah( Allah) ini an shalat, di waktu apa saja yang ia mau, siang atau
maalam.” HR. Ashabus Sunan dan dishahikan Ibnu Khuzaimah dan At-Tirmdzi.
c. Ketika matahari berwarna kuning hendak
terbenam hingga benar-benar terbenam diamana orang bisa melihat matahari secara
langsung. Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits ‘Uqbah. Namun
ada pengecualian yaitu shalat ashar hari itu seperti yang telah dikemukakan.
Dan Asy-Syafi’iah memberi
pengecualian shalat di masjidil haram Makkah untuk semua waktu, sebagai
pengalaman dari hadits jubair bin muth’in yan telah diutarakan.[12]
Waktu-waktu yang
dimakruhkan untuk shalat
Setelah shalat subuh hingga matahari meninggi, dan
setelah shalat ashar hingga matahari terbenam. Hal ini seperti yang dijelaskan
dalam hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri ra,ia berkata; bahwa Rasulullah SAW.
Bersabda “ tidak ada shalat subuh hingga
matahari terbit, dan tidak ada shalat setelah shalat ashar hingga matahari
terbenam.”(HR. Asy-Syaikhani dan An-Nasa’i)
Hanafiyah beroendapat: dimakruhkan shalat setelah
terbitnya fajar kecuali shalat sunah subuh, sebagaimana hadits dari Yasar Maula
Ibnu Umar, ia berkata,”sesungguhnya Rasulullah meninggalkan kami dan kami
sedang shalat pada saat itu,lalu ia bersabda,”supaya orang yang menyaksikan
diantara kamu menyampaikan kepada yang tidak menyaksikan,bahwa tidak ada shalat
setelah subuh kecuali dua rakaat.”(HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Dalam hal ini
ada pengecualian yaitu untuk shalat yang telah lewat waktunya maka sah dilakukan pada waktu-waktu
yang makruh,sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “barang siapa yang lupa
mengerjakan shalat maka shalatlah kapan saja jika dia ingat.”(muttafaqun
‘alaih)
Demikian juga Asy-Syafi’iyah berpendsapat, boleh
shalat seperti itu jika ada sebab,seperti shalat tahiyatul masjid, shalat
sunnah setelah wudhu(syukrul wudhu), shalat sunnah sebelum wudhu dan sunnah
sebelum ashar jika belum sempat dilakukan sebelum shalat fardhu karena ada
udzur. Misalnya kearena ingin mengejar atau mendapatkan berjamaah atau yang
lainnya. Demikian juga shalat sunnah thawaf.
Dan hanabilah juga sepakat dengan mereka dalam hal
yang terakhir. Hal ini sebagimana hadits dari Aisyah ra,ia berkata,”Rasulullah
tidak pernah meninggalkan dua rakaat sesudah ashar.”(HR. Al-Bukhari)
Dan pada lafadz lain,”tidak pernah meninggalkannya
baik secara sembunyi atau terang-terangan.”
Adapun dalil bolehnya shalat di Masjidil Haram
Makkah yaitu hadits Jubair bin Muth’in yang telah disampaikan, dan hadits dari
Abu Dzar ra,bahwa suatu ketika ia naik di atas tangga ka’bah dsan
berkata,”barangsiapa yang mengenalku maka sunnguh dia telah mengenalku, dan
barangsiapa yang tidsak mengenalku maka aku adalah jundub. Aku mendengar
Rasulullah SAW. Bersabda,” tidak ada shalat setelah subh hingga matahari
terbit, dan tidak ada shalat setelah ashar hingga matahari terbenam,kecuali di
Makkah.”dikeluarkan oleh Razin.[13]
d. Ketika iqamat shalat telah dimulai. Maka
pada waktu itu makruh melaksanakan shalat sunnah walaupun rawatib. Apabila
belum sampai satu rakaat, namun apabila sudah mencapai satu rakaat, maka
tambahkan lah yang kedua dan sempurnakanlah shalat rawatib tersebut. Dan jika
belum mencapai satu rakaat yaitu belum ruku’,hanya baru membaca fatihah,maka
ucapkan salam dan putuskanlah shalatnya, dan lebih baik raihlah jamaah, hal ini
sebagimana hadits dari Abu Hurairah ra,ia berkata:”sesungguhnya nabi SAW.
Bersabda, “apabila telah dikumadangkan iqamah ,maka janganlah shalat kecuali
yang wajib.” Dan dalam riwayat lain.”kecuali shalat yang dibacakan iqamatnya
tersebut.”(HR. Imam yang tujuh kecuali Al-Bukhari)
Kecuali Hanafiyah
mereka berpendapat : barangsiapa yang datang untuk shalat subuh dan
dikumandangkan iqamah, maka hendaknya dia melaksanakan shalat sunah subuh di
luar masjid apabila dia yakin akan mendapatkan jamaah,maka segera bergabunglah
dengan jamaah dan tinggalkanlah shalat sunnah.[14]
Kesimpulan
Shalat adalah ucapan ucapan (aqwal) dan gerakan
gerakan (af’al) yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan di akhiri dengan
salam.
Dasar-dasar hukum shalat kebanyakan berdasarkan
dalil-dalil al-qur’an, sepert :Al qur’an surat al baqarah : 110, Al qur’an
surat al isra’ : 78,Al qur’an surat al khautsar : 2,Surat
Al-Haj ayat 77,Surat Al-Baqarah
ayat 43 dan Hadits nabi dan ijma para ulama.
Dalam melaksanakan shalat fardhu, setiap shalatnya
memiliki waktu-waktu tertentu, yaitu: “waktu dzuhur adalah apabila
tergelincirnya matahari, sampai bayangan seseorang sama dengan
panjang(badannya) selama belum hadir waktu ashar. Dan waktu ashar adalah, slama
matahari belum berwarna kuning. Dan waktu shalat maghrib adalah, selama belum
hilang tanda merah. Dan waktu isya’ adalah hingga setengah malah yang
pertengahan. Dan waktu shalat subuh adalah dari terbit fajar sampai sebelum
terbit matahari, maka apabila terbit matahari janganlah shalat karena dia
terbit diantara dua tanduk setan.” (HR. Muslim).
Melaksanakan shalat diharamkan pada tiga waktu,selain waktu yang dicualikan
oleh sebagian madzhab,yaitu:Ketika terbit matahari sampai meningi,Ketika
istiwa’( tegak lurus) yaitu lurusnya matahari pada pertengahan siang hari
sampai tergelincir, Ketika matahari berwarna kuning hendak terbenam hingga
benar-benar terbenam diamana orang bisa melihat matahari secara langsung, Ketika
iqamat shalat telah dimulai. Waktu-waktu yang dimakruhkan untuk shalat Setelah shalat subuh hingga matahari
meninggi, dan setelah shalat ashar hingga matahari terbenam. Hal ini seperti
yang dijelaskan dalam hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri ra,ia berkata; bahwa
Rasulullah SAW. Bersabda “ tidak ada
shalat subuh hingga matahari terbit, dan tidak ada shalat setelah shalat ashar
hingga matahari terbenam.”(HR. Asy-Syaikhani dan An-Nasa’i)
DAFTAR
PUSTAKA
Ulfah,Isnatin.2016.
Fikih ibadah menurut al-qur’an,sunnah,dan
tinjauan berbagai madzhab. Ponorogo. STAIN PO PRESS.
Syaikh Abdul
Qadir Ar-Rahbawi.2007. Panduan Lengkap
Shalat Empat Madzab. PUSTAKA AL-KAUTSAR
Muhammad
Jawad Mughniyah.2015.fiqih lima madzab.
PENERBIT LENTERA
https://tafsirq.com/11-hud/ayat-114.pukul;16:53
[1] Isnatin ulfah, FIQIH IBADAH: Menurut al qur’an, sunah dan tinjauan
berbagai madzab. (Ponorogo: STAIN PO, Press, 2009) 57
[2] Syaikh Abdul Qadir Ar-Rahbawi, PANDUAN LENGKAP SHALAT MENURUT EMPAT
MADZAB
[3] Ibid, hal 59
[4] Isnatin Ulfah.
[6] Ibid. Hal 183
[7] Ibid. Hal 184
[8]Muhammad Jawad Mughniyah. FIQIH LIMA MADZAB: shalat,hal 95
[9] Ibid, hal 96
[10] Ibid. Hal 185
[11] Ibid. Hal 186
[12] Ibid. Hal 187
[13] Ibid.hal 18
[14] Ibid. Hal 189
Tidak ada komentar:
Posting Komentar