Kamis, 25 Januari 2018

WAKTU-WAKTU SHOLAT FARDLU pandangan empat madzhab


DAFTAR ISI


DAFTAR ISI .......................................................................................................  1 
KATA PENGANTAR.......................................................................................... 2
BAB I             : PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang Masalah.................................................... 3
B.            Rumusan Masalah.............................................................. 3
C.            Tujuan................................................................................ 3

BAB II                        : PEMBAHASAN
A.           Pengertian dan dasar hukum shalat................................... 4
B.            Pendapat para ulama mengenai waktu shalat ................... 8
C.            Dasar hukum waktu shalat fardlu...................................... 11

BAB III          : PENUTUP
A.          Kesimpulan ...................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………...……... 14           












KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Dalam masalah ini kami membahas tentang “Sholat Fardlu” suatu permasalahan yang kerap dialami oleh umat islam.
Makalah ini dibuat dalam rangka untuk mengetahui dan menambah informasi tentang sholat fardlu dan waktu-waktu shalat Fardlu menurut para ulama dan dasar hukumnya. Agar menjawab keraguan-keraguan yang dialami tersebut.
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada Ibu Isnatin Ulfah, M.HI sebagai dosen pengampu Mata kuliah ‘Studi Fiqh” karena atas bimbingan, arahan, koreksi dan saran dapat menyeselaikan makalah ini. Dan terimakasih untuk rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan banyak masukan untuk makalah ini.
Makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna tapi kami membuat makalah ini bertujuan untuk menjelaskan ataupun memaparkan point-point penting. Sesuai pengetahuan yang kami peroleh, baik dari buku maupun sumber-sumber yang lain. Semoga semuanya memberikan manfaat bagi pembaca. Bila ada kesalahan tulisan atau kata-kata di dalam makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian makalah ini saya buat semoga bermanfaat.


                                                                                   Ponorogo, 20 Oktober 2017
                                                                                                 Penyusun,









BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pada saat ini banyak orang tidak mengetahui apakah arti sebenarnya sholat itu  mereka hanya saja melakukan shalat untuk memenuhi kewajiban saja untuk sah atau tidaknya mereka tidak tau karena anggapan mereka (lillahi ta’ala) atau setidaknya itu urusan kita kepada Allah SWT tetapi sebelum kita beranggapan demikian kita dapat merasakannya shalat yang kita kerjakan ini sah atau tidaknya. Dan mereka tidak mengetahui mengapa mereka diwajibkan untuk shalat apakah ada hukum untuk mengerjakannya ataukah hanya ikut-ikutan dengan orang-orang yang disekitarnya.
Dalam melakukan sholat kita harus mengetahui dahulu apakah arti sholat itu sebenarnya bukan hanya saja ikut-ikutan bukan hanya ingin menjalankan kewajiban agar dianggap baik dimata manusia. Sholat juga mempunyai dasar hukum untuk dikerjakan. tidak sembarang dalam menjalankan shalat, ada waktu-waktu dalam pelaksanaanya. Demikian menjadi perdebatan dikalangan masyarakat tentang waktu-waktu pelaksanaan sholat fardlu.
Di dalam makalah ini kita akan menjelaskan pengertian sholat dan waktu-waktu sholat menurut ulama dan dasar hukumnya.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dan dasar hukum shalat ?
2.      Bagaimana pendapat para ulama dan dasar hukum mengenai waktu shalat ?

C.     TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1.      Pengertian dan dasar hukum shalat
2.      Pendapat para ulama dan dasar hukum mengenai waktu shalat

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM SHALAT
Sholat secara bahasa berarti berdo’a. dan arti menurut istilah syariat berarti; Sebuah perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu (khusus).[1]
Dalam istilah ilmu fikih, sholat adalah salah satu macam atau bentuk ibadah yang diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu disertai dengan ucapan-ucapan tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu pula.
Digunakannya istilah “sholat” bagi ibadah adalah tidak jauh berbeda dari arti menurut bahasa karena didalamnya mengandung do’a-do’a baik berupa permohonan rahmat, ampun dan lain sebagainya.[2]

Shalat dikatakan sebagai doa karena esensi dari semua bacaan yang diuacapkan dalam shalat mengandung makna doa kepada Allah Swt. Semua perkataan yang diucapkan saat shalat adalah pengagungan kepada Allah Swt, seperti takbir, tasbih, dan tahmid. Takbir dengan mengucapkan “Allahu Akbar (Allah Mahabesar). Tasboh dengan mengucapkan “subhanallah (Mahasuci Allah)”. Tahmid dengan mengucapkan “Alhamdulillah (Segala Puji hanya milik Allah)”. Dan perkataan lainnya yang berisi do’a dan pengagungan kepada Allah Swt. dari hamba-Nya.  Adapun yang dimaksud dengan perbuatan dalam shalat adalah semua gerakan seperti duduk, berdiri, mengangkat tangan, sujud, rukuk, dan lain sebagainya. Gerakan shalat tersebut ada ketentuannya, sehingga jangan sampai kita melakukan gerakab shalat yang menyimpang dari ajaran Nabi Muhammad Saw. Jadi, shalar tersebut dilakukan dengan memadukan perbuatan lisan dan perbuatan gerakan, yang semua dilakukan dengan penuh keikhlasan dan kerendahan kepada Allah Swt., serta semata-mata untuk mendapatkan keridhaan-Nya.[3]
Shalat merupakan “oleh-oleh” yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw., ketika melaksanakan Isra’ Mi’raj dari kenabiannya yang terjadi pada malam 27 Rajab. Shalat lima waktu tersebut diwajibkan kepada setiap muslim mukallaf, yang sudah baig dan berakal, dan tidak diwajibkan kepada kafir, bayi, wanita haid dan nifas, serta orang gila (hilang ingatan).
Shalat yang lima waktu merupakan ibadah yang diperintahkan oleh Allah Swt., kepada nabi Muhammad Saw., dan umatnya. Nabi dan Rasul serta umatnya yang terdahulu tidak diwajibkan atau belum diwajibkan untuk shalat tersebut. Sehingga dapat dikatakan pula bahwa shalat lima waktu merupakan suatu ibadah yang special yang hanya diberikan kepada Nabi Muhammad Saw., dan umatnya.[4]


DASAR HUKUM SHOLAT FARDLU

Banyak ayat Al-Qur’an yang berisi perintah untuk mengerjakan sholat, seperti dalam surat Al-Baqarah ayat 110 dan surat An-Nisa’ ayat 103.
Perintah untuk mengerjakan sholat, tidak terbatas pada keadaan-keadaan tertentu, seperti pada waktu badan sehat saja, situasi aman, tidak sedang berpergian dan sebagainya. Melainkan dalam keadaan bagaimanapun orang itu tetap untuk mengerjakannya. Hanya dalam keadaan tertentu diberi keringanan-keringanan dalam melaksanakannya, seperti diperbolehkan meringkas (qoshar) mengumpulkan (jama’) dan keinginan-keinginan yang lain.
Melihat begitu ketatnya perintah untuk mengerjakan shalat, maka hal ini menunjukan bahwa shalat mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi seorang muslim. [5]
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqorah ayat 1 sampai dengan ayat 3, diterangkan bahwa shalat adalah salah satu media orang yang bertakwa. Atau dengan kata lain shalat adalah salah satu unsur pembentuk manusia yang bertakwa kepada Allah SWT. Bahkan shalat bukan saja sebagai salah satu unsur agama islam sebagaimana amalan-amalan yang lain, akan tetapi shalat adalah amalan yang menduduki sebagai unsur pokoknya.[6]
Banyak sekali dalil tentang disyariatkannya shalat tersebut yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist. Di antara dalil dalam Al-Qur’an adalah :

Al-Baqorah Ayat 43
وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِعِينَ

 “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah [2] : 43).


 Al-Baqarah Ayat 110
وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُواْ لأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللّهِ إِنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2] : 110).


Al-Ankabut Ayat 45

اُتْلُ مَآ اُوحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَاَقِمِ الصَّلَوةَ صلى اِنَّ الصَّلَوةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِقلى وَلَذِكْرُ اللهُ اَكْبَرُقلى وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْ
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut [29] : 45).

An-Nuur Ayat 56
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. An-Nuur [24] ; 56).[7]

Adapun dalil dari hadis, diantaranya adalah :
Dari Abdullah bin Umar ia berkata: Rasulullah Saw., bersabda, “Islam itu terdiri atas lima rukun. Mengakui bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah dan Shaum ramadhan. (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim).[8]
Dari Thalhah bin Ubaidillah, bahwa seorang Arab gunung datang kepada Rasulullah Saw., dalam keadaan rambutnya kusut, lalu ia bertanya, “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari shalat ?”. Beliau bersabda, “shalat-shalat yang lima, kecuali kamu mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya, “Beritahukanlah kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari Shaum ?’. beliau Saw., bersabda, “Shaumlah bulan Ramadhan, kecuali kamu mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya lagi, “Baritaukanlah padaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari zakat?”. Thalhah berkata: lalu Rasulullah Saw., memberitahukan kepadanya tentang syariat-syariat Islam seluruhnya. Lalu orang Arab gunung itu berkata, “Demi Allah yang telah memuliakan engkau, saya tidak akan menambah sesuatu dan tidak akan mengurangii sedikitpun dari apa-apa yang telah diwajibkan oleh Allah kepada saya.” Lalu rasulullah Saw., bersabda “Pasti ia akan bahagia, jika benar atau pasti ia akan masuk surge jika benar (ucapannya)’. (HR Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Dari Anan bin Malik Ra. Ia berkata : Diwajibkan shalat itu pada Nabi Saw., pada malam Isra’, lima puluh kali. Kemudia dikurangi sehingga menjadi lima kali, kemudian Nabi dipanggil, “Ya Muhammad, sesungguhnya tidak diganti (diubah) ketetapan itu di sisi-Ku. Dan sesungguhnya lima kali itu sama dengan lima puluh kali”.(HR. Ahmad, Nasai dan Tirmidzi).[9]

2.    PENDAPAT PARA ULAMA DAN DASAR HUKUM MENGENAI WAKTU SHALAT
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa waktu shalat fardlu adalah lima waktu, yaitu subuh, zuhur, ashar, magrib, dan isya. Imam empat mazhab sepakat bahwa waktu zuhur itu mulai dari matahari tergelincir dan tidak boleh shalat sebelum tergelincirnya matahari. Namun, menurut pendapat Imam syafi’I dan Imam Maliki shalat zuhur menjadi wajib seiring tergelincirnya matahari sampai panjang bayangan benda sama dengan tinggi benda itu. Dan itulah waktu akhirnya, Imam Hanafi berpendapat bahwa kewajiban shalat dihubungankan dengan akhir waktunya. Adapun shalat awal waktu hukumnya adalah sunnah.
Akhir dari waktu shalat zuhur adalah awal (permulaan) dari waktu ashar. Imam syafi’I berpendapat bahwa orang yang melaksanakan shalat zuhur dan menyelesaikan shalatnya ketika bayangan suatu benda sama dengan benda itu sendiri, maka orang tersebut dianggap telah shalat pada waktunya. Setelah itu masuklah waktu shalat ashar. Sahabat-sahabat dari Imam Hanafi mengemukakan pendapat bahwa awal waktu ashar adalah ketika suatu bayangan benda dua kali lebih panjang dari tinggi benda itu sendiri dan akhir waktunya adalah ketika terbenamnya matahari.
Adapun untuk waktu shalat magrib, ulama Imam Maliki berpendapat bahwa shalat magrib tersebut waktunya adalah ketika terbenamnya matahari. Imam syafi’I berpendapat bahwa waktu akhir magrib adalah sesudah hilangnya mega merah. Adapun ulama Imam Hanafi dan Imam Hambali berpendapat bahwa magrib memiliki dua waktu. [10]
Untuk shalat Isya, Imam Syafi’I dan Imam Maliki berpendapat bahwa masuknya waktu Isya ditandai dengan hilangnya syafaq’. Sedangkan Imam Hanafi dan Imam Hambali mengemukakan pendapat bahwa hilangnya cahaya berwarna putih setelah hilangnya mega merah nerupakan mulainya waktu isya.[11]
Untuk shalat subuh, para Imam empat madzhab bersepakat bahwa terbitnya fajar kedua merupakan awal dari waktu subuh. Fajar kedua tersebut biasa disebut dengan fajar shadiq, yang cahayanya tersebar di ufuk dan setelahnya tidak ada gelap. Adapun akhir dari shalat subuh adalah ketida hari telah terang.
Imam Maliki dan Imam syafi’I juga dalam riwayat lain dari Imam Hambali menyatakan bahwa shalat subuh tersebut sebaiknya dilakukan ketika masih gelap. Menurut Imam Hanafi shalat subuh tersebut dilaksanakan antara waktu gelap dan terang. Apabila waktu gelap telah lenyap, maka waktu terang lebih baik daripada gelap, kecuali ketika dimuzdalifah yang sebaiknya dilakukan ketika hari masih gelap.[12]
Secara umum waktu shalat fardlu sebagai berikut :
1.      Sholat Subuh waktunya mulai terbit fajar kedua sampai terbit matahari
2.      Sholat dhuhur awal waktunya setelah tergelincir matahari dari pertengahan langit. Akhirnya waktunya apabila bayangan-bayangan sesuatu telah sama dengan panjangnya, selain bayang-bayangyang ketika matahari menonggak (tepat di atas ubun-ubun).
3.      Shalat Asar waktunya mulai dari habisnya waktu dhuhur. Bayang-bayang sesuatu lebih dari pada panjangnya selain dari bayang-bayang yang ketika matahari sedang menonggak, sampai terbenam matahari.
4.      Sholat magrib waktunya dari terbenam matahari sampai terbenam syafaq (teja) merah.
5.      Sholat isya waktunya mulai terbenam syafaq merah (sehabis waktu magrib) sampai terbit fajar kedua.[13]

DASAR HUKUM WAKTU SHALAT
Dalil tentang turunnya atau disyariatkannya waktu shalat :
Sabda Rasulullah Saw :
“Saya telah dijadikan imam oleh jibril di Baitullah dua kali, maka ia salat bersama saya; shalat Lohor ketika tergelincir matahari, shalat ketika bayang-bayang sesuatu menyamainya, salah Magrib ketika terbenam matahari, salat Isya ketika terbenam syafaq, dan salat Subuh ketika fajar bercahaya. Maka besoknya salat pulalah ia bersama saya; salat Lohor ketika bayang-bayang ssesuatu menyamainya, salah Asar ketika bayang-bayang sesuatu dua kali panjangnya, salat Magrib ketika orang berpuasa berbuka, salat Isya ketika sepertiga malam, dan salat Subuh ketika menguning cahaya pagi. Lalu Jibril berkata, “inilah waktu salat nabi-nabi sebelum engkau, dan waktu salat ialah antara dua waktu ini,” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN LAIN-LAIN).[14]

Adapun waktu-waktu salat yang menjadi lima waktu tersebut dijelaskan dalam hadis-hadis berikut :
Dari Abdullah bin Arm, ia berkata: Rasulullah Saw. bersada, “waktu shalat Dhuhur itu selama belum datang waktu Ashar, waktu shalat Ashar itu selama matahari belum menguning, waktu shalat Margib itu selama tersebarnya cahaya merah belum hilang, waktu shalat Isya’ iyu sampai tengah malam, dan waktu shalat Shubuh itu selama matahari belum terbit.” (HR. Ahmad, Nasai dan Abu Daud)
Dari Ibnu Umar, bahwa Nabi Saw. bersabda, “syafaq itu adalah cahaya merah, karena itu apabila syafaq telah terbenam, maka tibalah waktu shalat Isya.” (HR Daruquthni).[15]
Dari Abdullah bin Amr, dari Nabi Saw, beliau bersabda, “Waktu Zuhur adalah selama belum tiba waktu Ashar. Waktu Ashar adalah selama matahari belum berwarna kuning. Waktu Magrib adalah selama belum hilang cahaya merah. Waktu Isya adalah sampai tengah malam. Dan waktu Shubuh adalah selama belum terbit matahari.” (HR. Muslim).
Dari Salamah bin Al-Akwa’, sesungguhnya Rasulullah Saw. shalat Magrib ketika matahari telah terbenam dan tersembunyi dibalik hijab. (HR. Jamaah, kecuali Nasa’i).
Dari Jabir bin Samurah, ia berkata, “Rasulullah Saw.  pernah mengakhirkan shalat isya’ sampai akhir malam”. (HR. Ahmad, Muslim dan Nasa’i).[16]











BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Sholat adalah salah satu macam atau bentuk ibadah yang diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu disertai dengan ucapan-ucapan tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu pula.
Terdapat dalam ayat Al-Qur’an yang memeperintahkan untuk menunaikan sholat yaitu terdapat dalam QS. Al Baqorrah ayat 43 dan Ayat  110 QS. Al-Ankabut 45 dan QS. An-Nuur 56.
2.      Waktu-waktu sholat menurut ulama :
a)      Sholat Subuh
Menurut Imam 4 madzhab : waktunya dari terbitnya fajar kedua merupakan awal dari sholat subuh
b)      Sholat dhuhur
Menurut Imam 4 madzhab : waktunya dari matahari tergelincir dan tidak boleh sholat sebelum tergelincirnya matahari
c)      Sholat Asyar
Menurut imam 4 Madzhab : waktunya ketika sesuatu bayangan benda dua kali lebih panjang dari tinggi benda itu sendiri dan akhir waktunya adalah ketika terbenamnya matahari.
d)     Sholat magrib
Menurut Imam maliki : waktunya  ketika terbenamnya matahari
Menurut Imam syafi’ie : waktunya akhir sesudah hilangnya mega merah
Menurut imam hanafi dan hambali : ada 2 waktu sholat magrib
e)      Sholat isya
Menurut imam syafi’I dan imam maliki : waktunya ketika mulai hilangnya syafaq
Menurut imam hanafi dan imam hambali : waktunya mulai hilangnya cahaya berwarna putih setelah hlangnya mega merah

DAFTAR PUSTAKA


Daradjat, Zakiyah. Ilmu Fiqh. Ponorogo: IAIN di pusat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1982.
Hasan Syaikh, ayyub. fikih ibadah. Jakarta Timur: pustaka al-kaushar buku islam utama, 2004.
Pamungkas Imam, Surahman Maman. Fiqih 4 madzhab. Jakarta timur: al-makmur 2015.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh islam. Bandung: Sinar Baru Allgensindo, 2016.




[1] Imam pamungkas, maman surahman. Fiqih 4 madzhab (Jakarta timur: al-makmur, 2015) Hal 65.
[2] Zakiah Daradjat. Ilmu Fiqh. (Ponorogo: IAIN di pusat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1982) hal 79.
[3] Imam pamungkas, maman surahman. Fiqih 4 madzhab (Jakarta timur: al-makmur, 2015) Hal 65.
[4] Ibid 66.
[5] Ibid 82
[6] Ibid 83
[7] Ibid 84
[8] Ibid 67
[9] Ibid 67
[10] Ibid 76
[11] Ibid 77
[12] Ibid 77
[13]Sulaiman Rasjid. Fiqh islam (Bandunng: Sinar Baru Allgensindo, 2016) Hal 61-62
[14] Syaikh h,ayyub.fikih ibadah (Jakarta Timur:pustaka al-kaushar buku islam utama.2004) hal 111.
[15] Imam pamungkas, maman surahman. Fiqih 4 madzhab (Jakarta timur: al-makmur, 2015) Hal 74.

Tidak ada komentar:

Entri yang Diunggulkan

KAMMI IAIN Ponorogo gelar penggalangan dana

Organisasi KAMMI gelar penggalangan dana untuk membantu korban Gempa di Lombok Kader KAMMI Daerah Ponorogo menggalang dana untuk membantu...