DAFTAR
ISI
DAFTAR ISI
....................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR.......................................................................................... 2
BAB I :
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah.................................................... 3
B.
Rumusan Masalah.............................................................. 3
C.
Tujuan................................................................................ 3
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan dasar
hukum shalat................................... 4
B.
Pendapat para
ulama mengenai waktu shalat ................... 8
C.
Dasar hukum
waktu shalat fardlu...................................... 11
BAB III : PENUTUP
A.
Kesimpulan
...................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………………………...……... 14
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga makalah ini dapat kami
selesaikan. Dalam masalah ini kami membahas tentang “Sholat Fardlu” suatu
permasalahan yang kerap dialami oleh umat islam.
Makalah
ini dibuat dalam rangka untuk mengetahui dan menambah informasi tentang sholat
fardlu dan waktu-waktu shalat Fardlu menurut para ulama dan dasar hukumnya. Agar
menjawab keraguan-keraguan yang dialami tersebut.
Ucapan
terimakasih kami ucapkan kepada Ibu Isnatin Ulfah, M.HI sebagai dosen pengampu
Mata kuliah ‘Studi Fiqh” karena atas bimbingan, arahan, koreksi dan saran dapat
menyeselaikan makalah ini. Dan terimakasih untuk rekan-rekan mahasiswa yang
telah memberikan banyak masukan untuk makalah ini.
Makalah
ini tentunya jauh dari kata sempurna tapi kami membuat makalah ini bertujuan
untuk menjelaskan ataupun memaparkan point-point penting. Sesuai pengetahuan
yang kami peroleh, baik dari buku maupun sumber-sumber yang lain. Semoga
semuanya memberikan manfaat bagi pembaca. Bila ada kesalahan tulisan atau
kata-kata di dalam makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian
makalah ini saya buat semoga bermanfaat.
Ponorogo,
20 Oktober 2017
Penyusun,
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada saat ini banyak orang tidak mengetahui
apakah arti sebenarnya sholat itu mereka
hanya saja melakukan shalat untuk memenuhi kewajiban saja untuk sah atau
tidaknya mereka tidak tau karena anggapan mereka (lillahi ta’ala) atau setidaknya
itu urusan kita kepada Allah SWT tetapi sebelum kita beranggapan demikian kita
dapat merasakannya shalat yang kita kerjakan ini sah atau tidaknya. Dan mereka
tidak mengetahui mengapa mereka diwajibkan untuk shalat apakah ada hukum untuk
mengerjakannya ataukah hanya ikut-ikutan dengan orang-orang yang disekitarnya.
Dalam melakukan sholat kita harus
mengetahui dahulu apakah arti sholat itu sebenarnya bukan hanya saja
ikut-ikutan bukan hanya ingin menjalankan kewajiban agar dianggap baik dimata
manusia. Sholat juga mempunyai dasar hukum untuk dikerjakan. tidak sembarang dalam
menjalankan shalat, ada waktu-waktu dalam pelaksanaanya. Demikian menjadi
perdebatan dikalangan masyarakat tentang waktu-waktu pelaksanaan sholat fardlu.
Di dalam makalah ini kita akan
menjelaskan pengertian sholat dan waktu-waktu sholat menurut ulama dan dasar
hukumnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
pengertian dan dasar hukum shalat ?
2.
Bagaimana
pendapat para ulama dan dasar hukum mengenai waktu shalat ?
C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1.
Pengertian
dan dasar hukum shalat
2.
Pendapat
para ulama dan dasar hukum mengenai waktu shalat
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM SHALAT
Sholat secara bahasa berarti berdo’a.
dan arti menurut istilah syariat berarti; Sebuah perkataan dan perbuatan yang
diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu
(khusus).[1]
Dalam istilah ilmu fikih, sholat adalah
salah satu macam atau bentuk ibadah yang diwujudkan dengan melakukan
perbuatan-perbuatan tertentu disertai dengan ucapan-ucapan tertentu dan dengan
syarat-syarat tertentu pula.
Digunakannya istilah “sholat” bagi
ibadah adalah tidak jauh berbeda dari arti menurut bahasa karena didalamnya
mengandung do’a-do’a baik berupa permohonan rahmat, ampun dan lain sebagainya.[2]
Shalat dikatakan sebagai doa karena
esensi dari semua bacaan yang diuacapkan dalam shalat mengandung makna doa
kepada Allah Swt. Semua perkataan yang diucapkan saat shalat adalah pengagungan
kepada Allah Swt, seperti takbir, tasbih, dan tahmid. Takbir dengan mengucapkan
“Allahu Akbar (Allah Mahabesar). Tasboh dengan mengucapkan “subhanallah (Mahasuci
Allah)”. Tahmid dengan mengucapkan “Alhamdulillah (Segala Puji hanya milik
Allah)”. Dan perkataan lainnya yang berisi do’a dan pengagungan kepada Allah
Swt. dari hamba-Nya. Adapun yang
dimaksud dengan perbuatan dalam shalat adalah semua gerakan seperti duduk,
berdiri, mengangkat tangan, sujud, rukuk, dan lain sebagainya. Gerakan shalat
tersebut ada ketentuannya, sehingga jangan sampai kita melakukan gerakab shalat
yang menyimpang dari ajaran Nabi Muhammad Saw. Jadi, shalar tersebut dilakukan
dengan memadukan perbuatan lisan dan perbuatan gerakan, yang semua dilakukan
dengan penuh keikhlasan dan kerendahan kepada Allah Swt., serta semata-mata
untuk mendapatkan keridhaan-Nya.[3]
Shalat merupakan “oleh-oleh” yang dibawa
oleh Nabi Muhammad Saw., ketika melaksanakan Isra’ Mi’raj dari kenabiannya yang
terjadi pada malam 27 Rajab. Shalat lima waktu tersebut diwajibkan kepada
setiap muslim mukallaf, yang sudah baig dan berakal, dan tidak diwajibkan
kepada kafir, bayi, wanita haid dan nifas, serta orang gila (hilang ingatan).
Shalat yang lima waktu merupakan ibadah
yang diperintahkan oleh Allah Swt., kepada nabi Muhammad Saw., dan umatnya.
Nabi dan Rasul serta umatnya yang terdahulu tidak diwajibkan atau belum
diwajibkan untuk shalat tersebut. Sehingga dapat dikatakan pula bahwa shalat
lima waktu merupakan suatu ibadah yang special yang hanya diberikan kepada Nabi
Muhammad Saw., dan umatnya.[4]
DASAR HUKUM SHOLAT FARDLU
Banyak ayat Al-Qur’an yang berisi
perintah untuk mengerjakan sholat, seperti dalam surat Al-Baqarah ayat 110 dan
surat An-Nisa’ ayat 103.
Perintah untuk mengerjakan sholat, tidak
terbatas pada keadaan-keadaan tertentu, seperti pada waktu badan sehat saja, situasi
aman, tidak sedang berpergian dan sebagainya. Melainkan dalam keadaan
bagaimanapun orang itu tetap untuk mengerjakannya. Hanya dalam keadaan tertentu
diberi keringanan-keringanan dalam melaksanakannya, seperti diperbolehkan
meringkas (qoshar) mengumpulkan (jama’) dan keinginan-keinginan yang lain.
Melihat begitu ketatnya perintah untuk
mengerjakan shalat, maka hal ini menunjukan bahwa shalat mempunyai kedudukan
yang sangat penting bagi seorang muslim. [5]
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqorah ayat 1
sampai dengan ayat 3, diterangkan bahwa shalat adalah salah satu media orang
yang bertakwa. Atau dengan kata lain shalat adalah salah satu unsur pembentuk
manusia yang bertakwa kepada Allah SWT. Bahkan shalat bukan saja sebagai salah
satu unsur agama islam sebagaimana amalan-amalan yang lain, akan tetapi shalat
adalah amalan yang menduduki sebagai unsur pokoknya.[6]
Banyak sekali dalil tentang
disyariatkannya shalat tersebut yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Di antara dalil dalam Al-Qur’an adalah :
Al-Baqorah Ayat 43
وَأَقِيمُواْ
الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah [2] : 43).
Al-Baqarah
Ayat 110
وَأَقِيمُواْ
الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُواْ لأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ
تَجِدُوهُ عِندَ اللّهِ إِنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah
zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat
pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha melihat apa-apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2] : 110).
Al-Ankabut Ayat 45
اُتْلُ مَآ اُوحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَاَقِمِ الصَّلَوةَ صلى اِنَّ الصَّلَوةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِقلى وَلَذِكْرُ اللهُ اَكْبَرُقلى وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْ
“Bacalah apa yang telah diwahyukan
kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat
itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya
mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat
yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut [29]
: 45).
An-Nuur Ayat 56
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah
zakat, dan taatlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. An-Nuur [24]
; 56).[7]
Adapun
dalil dari hadis, diantaranya adalah :
Dari Abdullah bin Umar ia berkata:
Rasulullah Saw., bersabda, “Islam itu terdiri atas lima rukun. Mengakui bahwa
tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan
Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah dan Shaum
ramadhan. (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim).[8]
Dari Thalhah bin Ubaidillah, bahwa
seorang Arab gunung datang kepada Rasulullah Saw., dalam keadaan rambutnya
kusut, lalu ia bertanya, “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, apa yang
Allah wajibkan kepadaku dari shalat ?”. Beliau bersabda, “shalat-shalat yang
lima, kecuali kamu mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya, “Beritahukanlah
kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari Shaum ?’. beliau Saw.,
bersabda, “Shaumlah bulan Ramadhan, kecuali kamu mau melakukan yang sunnah”. Ia
bertanya lagi, “Baritaukanlah padaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari
zakat?”. Thalhah berkata: lalu Rasulullah Saw., memberitahukan kepadanya
tentang syariat-syariat Islam seluruhnya. Lalu orang Arab gunung itu berkata,
“Demi Allah yang telah memuliakan engkau, saya tidak akan menambah sesuatu dan
tidak akan mengurangii sedikitpun dari apa-apa yang telah diwajibkan oleh Allah
kepada saya.” Lalu rasulullah Saw., bersabda “Pasti ia akan bahagia, jika benar
atau pasti ia akan masuk surge jika benar (ucapannya)’. (HR Ahmad, Bukhari dan
Muslim).
Dari Anan bin Malik Ra. Ia berkata :
Diwajibkan shalat itu pada Nabi Saw., pada malam Isra’, lima puluh kali.
Kemudia dikurangi sehingga menjadi lima kali, kemudian Nabi dipanggil, “Ya
Muhammad, sesungguhnya tidak diganti (diubah) ketetapan itu di sisi-Ku. Dan
sesungguhnya lima kali itu sama dengan lima puluh kali”.(HR. Ahmad, Nasai dan
Tirmidzi).[9]
2.
PENDAPAT
PARA ULAMA DAN DASAR HUKUM MENGENAI WAKTU SHALAT
Seperti
yang kita ketahui bersama bahwa waktu shalat fardlu adalah lima waktu, yaitu
subuh, zuhur, ashar, magrib, dan isya. Imam empat mazhab sepakat bahwa waktu
zuhur itu mulai dari matahari tergelincir dan tidak boleh shalat sebelum
tergelincirnya matahari. Namun, menurut pendapat Imam syafi’I dan Imam Maliki
shalat zuhur menjadi wajib seiring tergelincirnya matahari sampai panjang
bayangan benda sama dengan tinggi benda itu. Dan itulah waktu akhirnya, Imam
Hanafi berpendapat bahwa kewajiban shalat dihubungankan dengan akhir waktunya.
Adapun shalat awal waktu hukumnya adalah sunnah.
Akhir
dari waktu shalat zuhur adalah awal (permulaan) dari waktu ashar. Imam syafi’I
berpendapat bahwa orang yang melaksanakan shalat zuhur dan menyelesaikan
shalatnya ketika bayangan suatu benda sama dengan benda itu sendiri, maka orang
tersebut dianggap telah shalat pada waktunya. Setelah itu masuklah waktu shalat
ashar. Sahabat-sahabat dari Imam Hanafi mengemukakan pendapat bahwa awal waktu
ashar adalah ketika suatu bayangan benda dua kali lebih panjang dari tinggi
benda itu sendiri dan akhir waktunya adalah ketika terbenamnya matahari.
Adapun
untuk waktu shalat magrib, ulama Imam Maliki berpendapat bahwa shalat magrib
tersebut waktunya adalah ketika terbenamnya matahari. Imam syafi’I berpendapat
bahwa waktu akhir magrib adalah sesudah hilangnya mega merah. Adapun ulama Imam
Hanafi dan Imam Hambali berpendapat bahwa magrib memiliki dua waktu. [10]
Untuk
shalat Isya, Imam Syafi’I dan Imam Maliki berpendapat bahwa masuknya waktu Isya
ditandai dengan hilangnya syafaq’. Sedangkan Imam Hanafi dan Imam Hambali
mengemukakan pendapat bahwa hilangnya cahaya berwarna putih setelah hilangnya
mega merah nerupakan mulainya waktu isya.[11]
Untuk
shalat subuh, para Imam empat madzhab bersepakat bahwa terbitnya fajar kedua
merupakan awal dari waktu subuh. Fajar kedua tersebut biasa disebut dengan
fajar shadiq, yang cahayanya tersebar di ufuk dan setelahnya tidak ada gelap.
Adapun akhir dari shalat subuh adalah ketida hari telah terang.
Imam
Maliki dan Imam syafi’I juga dalam riwayat lain dari Imam Hambali menyatakan
bahwa shalat subuh tersebut sebaiknya dilakukan ketika masih gelap. Menurut
Imam Hanafi shalat subuh tersebut dilaksanakan antara waktu gelap dan terang.
Apabila waktu gelap telah lenyap, maka waktu terang lebih baik daripada gelap,
kecuali ketika dimuzdalifah yang sebaiknya dilakukan ketika hari masih gelap.[12]
Secara
umum waktu shalat fardlu sebagai berikut :
1. Sholat Subuh waktunya mulai terbit fajar
kedua sampai terbit matahari
2. Sholat dhuhur awal waktunya setelah
tergelincir matahari dari pertengahan langit. Akhirnya waktunya apabila
bayangan-bayangan sesuatu telah sama dengan panjangnya, selain
bayang-bayangyang ketika matahari menonggak (tepat di atas ubun-ubun).
3. Shalat Asar waktunya mulai dari habisnya
waktu dhuhur. Bayang-bayang sesuatu lebih dari pada panjangnya selain dari
bayang-bayang yang ketika matahari sedang menonggak, sampai terbenam matahari.
4. Sholat magrib waktunya dari terbenam
matahari sampai terbenam syafaq (teja) merah.
5. Sholat isya waktunya mulai terbenam
syafaq merah (sehabis waktu magrib) sampai terbit fajar kedua.[13]
DASAR
HUKUM WAKTU SHALAT
Dalil
tentang turunnya atau disyariatkannya waktu shalat :
Sabda
Rasulullah Saw :
“Saya
telah dijadikan imam oleh jibril di Baitullah dua kali, maka ia salat bersama
saya; shalat Lohor ketika tergelincir matahari, shalat ketika bayang-bayang
sesuatu menyamainya, salah Magrib ketika terbenam matahari, salat Isya ketika
terbenam syafaq, dan salat Subuh ketika fajar bercahaya. Maka besoknya salat
pulalah ia bersama saya; salat Lohor ketika bayang-bayang ssesuatu menyamainya,
salah Asar ketika bayang-bayang sesuatu dua kali panjangnya, salat Magrib
ketika orang berpuasa berbuka, salat Isya ketika sepertiga malam, dan salat
Subuh ketika menguning cahaya pagi. Lalu Jibril berkata, “inilah waktu salat
nabi-nabi sebelum engkau, dan waktu salat ialah antara dua waktu ini,” (RIWAYAT
ABU DAWUD DAN LAIN-LAIN).[14]
Adapun
waktu-waktu salat yang menjadi lima waktu tersebut dijelaskan dalam hadis-hadis
berikut :
Dari
Abdullah bin Arm, ia berkata: Rasulullah Saw. bersada, “waktu shalat Dhuhur itu
selama belum datang waktu Ashar, waktu shalat Ashar itu selama matahari belum
menguning, waktu shalat Margib itu selama tersebarnya cahaya merah belum
hilang, waktu shalat Isya’ iyu sampai tengah malam, dan waktu shalat Shubuh itu
selama matahari belum terbit.” (HR. Ahmad, Nasai dan Abu Daud)
Dari
Ibnu Umar, bahwa Nabi Saw. bersabda, “syafaq itu adalah cahaya merah, karena
itu apabila syafaq telah terbenam, maka tibalah waktu shalat Isya.” (HR
Daruquthni).[15]
Dari
Abdullah bin Amr, dari Nabi Saw, beliau bersabda, “Waktu Zuhur adalah selama
belum tiba waktu Ashar. Waktu Ashar adalah selama matahari belum berwarna
kuning. Waktu Magrib adalah selama belum hilang cahaya merah. Waktu Isya adalah
sampai tengah malam. Dan waktu Shubuh adalah selama belum terbit matahari.”
(HR. Muslim).
Dari
Salamah bin Al-Akwa’, sesungguhnya Rasulullah Saw. shalat Magrib ketika
matahari telah terbenam dan tersembunyi dibalik hijab. (HR. Jamaah, kecuali
Nasa’i).
Dari
Jabir bin Samurah, ia berkata, “Rasulullah Saw.
pernah mengakhirkan shalat isya’ sampai akhir malam”. (HR. Ahmad, Muslim
dan Nasa’i).[16]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Sholat
adalah salah satu macam atau bentuk ibadah yang diwujudkan dengan melakukan
perbuatan-perbuatan tertentu disertai dengan ucapan-ucapan tertentu dan dengan
syarat-syarat tertentu pula.
Terdapat
dalam ayat Al-Qur’an yang memeperintahkan untuk menunaikan sholat yaitu
terdapat dalam QS. Al Baqorrah ayat 43 dan Ayat
110 QS. Al-Ankabut 45 dan QS. An-Nuur 56.
2.
Waktu-waktu
sholat menurut ulama :
a)
Sholat
Subuh
Menurut Imam 4 madzhab : waktunya dari terbitnya fajar kedua
merupakan awal dari sholat subuh
b)
Sholat
dhuhur
Menurut Imam 4 madzhab
: waktunya dari matahari tergelincir dan tidak boleh sholat sebelum
tergelincirnya matahari
c)
Sholat
Asyar
Menurut imam 4 Madzhab
: waktunya ketika sesuatu bayangan benda dua kali lebih panjang dari tinggi
benda itu sendiri dan akhir waktunya adalah ketika terbenamnya matahari.
d)
Sholat
magrib
Menurut Imam maliki :
waktunya ketika terbenamnya matahari
Menurut Imam syafi’ie
: waktunya akhir sesudah hilangnya mega merah
Menurut imam hanafi dan
hambali : ada 2 waktu sholat magrib
e)
Sholat
isya
Menurut imam syafi’I
dan imam maliki : waktunya ketika mulai hilangnya
syafaq
Menurut imam hanafi dan
imam hambali : waktunya mulai hilangnya cahaya
berwarna putih setelah hlangnya mega merah
DAFTAR
PUSTAKA
Daradjat, Zakiyah. Ilmu Fiqh. Ponorogo: IAIN di pusat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama
Islam, 1982.
Hasan Syaikh, ayyub. fikih ibadah. Jakarta Timur: pustaka al-kaushar buku islam utama,
2004.
Pamungkas Imam, Surahman Maman. Fiqih 4 madzhab. Jakarta timur: al-makmur
2015.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh islam. Bandung: Sinar Baru Allgensindo, 2016.
[1] Imam
pamungkas, maman surahman. Fiqih 4
madzhab (Jakarta timur: al-makmur, 2015) Hal 65.
[2] Zakiah Daradjat. Ilmu Fiqh. (Ponorogo: IAIN di pusat
Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1982) hal 79.
[3] Imam pamungkas, maman
surahman. Fiqih 4 madzhab (Jakarta
timur: al-makmur, 2015) Hal 65.
[4] Ibid 66.
[5] Ibid 82
[6] Ibid 83
[7] Ibid 84
[8] Ibid 67
[9] Ibid 67
[10] Ibid 76
[11] Ibid 77
[13]Sulaiman
Rasjid. Fiqh islam (Bandunng: Sinar
Baru Allgensindo, 2016) Hal 61-62
[14] Syaikh h,ayyub.fikih ibadah (Jakarta Timur:pustaka
al-kaushar buku islam utama.2004) hal 111.
[15] Imam pamungkas, maman
surahman. Fiqih 4 madzhab (Jakarta
timur: al-makmur, 2015) Hal 74.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar