Kamis, 25 Januari 2018

thaharah ainiyah empat madzhab


BAB 1
PENDAHULUAN
A.  Latar belakang
Sebagai mana kita ketahui bahwa unsur  utama yang harus di penuhi untuk memenuhi syarat-syarat ibadah seperti sholat dan lain sebagai nya hendak lah di awali dengan bersuci. Bersuci adalah syarat utama untuk mendirikan sholat atau thawaf di baitullah al-haram. Bersuci bukan hanya menjadi pintu gerbang utama dalam melakukan ibadah kepada Allah SWT. berwudhu, mandi junub atau tayammum adalah cara bersuci yang allah terangkan dalam al qur’an dengan jelas.
Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam thaharah, kita sebagai muslim harus dan wajib mengatahui cara-cara bersuci karna bersuci adalah dasar ibadah bagi ummat islam, dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari hal-hal yang kotor sehingga sebelum memulai aktifitas kita menghadap tuhan atau beribadah haruslah dimulai dengan bersuci baik dengan cara berwudhu, mandi maupun bertayammum. kalau kita melihat dan membaca dengan teliti hamper seluruh kitab-kitab fiqih akan diawali dengan bab thaharah ini menunjukan kan kepada kita betapa thaharah menjadi hal yang mendasar dan menjukkan kepada kita betapa pentingnya masalah thaharah ini.
Namun, walau pun menjadi hala yang mendasara bagi ummat islam namun masih banyak dari ummat islam yang tidak faham tentang thaharah, najis-najis dan jenis-jenis air yang di gunakan untuk bersuci. makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih ibadah sekaligus mudah-mudahan dapat membuat teman-teman Perbandingan Mazhab paham masalah yang mendasar ini dan media belajar dan mempelajari masalah-masalah thaharah.







B.  Rumusan masalah
1.    Apa pengertian thaharoh?
2.    Apa pengertian najis?
3.    Apa saja macam-macam najis?
4.    Bagaimana cara mensucikan najis tersebut?
5.    Air yang bagaimana yang dapat digunakan untuk bersuci?















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Thoharoh
Istilah thaharoh ini ditinjau dari arti lughowi atau etimologi berarti“membersihkan diri”. Sedang kalau dilihat dari segi istilah atau terminology berarti “bersuci dengan cara-cara yang telah ditentukan oleh syara’ guna menghilangkan segala najis dan hadats”.[1]
            Dalam hukum islam, soal bersuci termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama diantara  syarat-syarat shalat diwajibkan suci dari hadast dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis.
            Di kalangan para ahli fiqih, thaharoh mempunyai banyak pengertian yang antara lain ialah “ suatu perkara yang menyebabakan seseorang di perbolehkan mengerjakan sholat. Seperti wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.
1.      Menurut Yusuf Qordawi:
النظافة من شئ مخصوص الذئ فيه معني التعبد
(Thoharoh ialah) membersihkan diri dari sesuatu yang khusus.
2.      Menurul Al zuhaily:
النظافة من النجاسة حقيقة كانت و هي الخبث او حكمية و هي الحدث
(Thoharoh ialah) pembersihan dari najis baik yang tampak (haqiqi) yaitu kotoran, maupun yang tidak tampak (hukmi) yaitu hadast.
3.      Menurut Al-Nawawi:
رفع حد ث او ازالة نخاسة او ما في معنا هما و علي صورتهما
(Thoharoh ialah) menghilangkan hadast atau najis atau yang sejenis dengan keduanya dan dalam bentuk yang menyerupai keduanya.
Thoharoh ialah menghilangkan hadast atau najis yang dapat menghalangi keabsahan sholat dengan air atau hanya sebatas menghilangkan status hadast dan najis dengan debu.
4.      Menurut malikiyah dan Hanabilah
رفع ما يمنع الصلاة من حد ث او نجاسة با لماء او رفع حكمه بالتراب
(Thoharoh ialah)menghilamgkan hadats atau najis yang dapat menghalangi keabsahan sholat dengan air atau hanya sebatas menghilangkan status hadas dan najis dengan debu.
Berdasarkan pengertian thaharah di atas, dapat diketahui bahwa thaharah itu meliputi dua hal yaitu thaharah ainiyah atau yang disebut suci dari najis, dan thaharah hukmiyah atau yang disebut suci dari hadast.[2]
B.     Pengertian Najis
Najis menurut lughowi ialah “segala sesuatu yang dipandang kotor atau menjijikkan”. Sedangkan menurut istilah yang di maksud dengan najis ialah “macam-macam kotoran yang dapat menghalangi sahnya sholat ataupun thawaf”.
C.    Adapun macam-macam benda yang di hukumi najis oleh syara’ antara lain sebagai berikut:
1.      Bangkai
Menurut madzhab Syafi’I bagian bankai, eperti daging, kulit, kulit, tulang, bulu dan lemaknya semua najis. Menurut madzab Hanafi, yan najiss hanya bagian-bagian yang mengandung roh seperti bagian dan kulit. Bagian yan tiak bernyawa, seperti tulang, tanduk dan bulu, semuanya suci.[3]  Demikian juga halnya dengan urat selama tidak ada lemaknya. Pendapat tersebut berdasarkan riwayat bahwa Nabi SAW  telah bersabda berkaitan dengan bangkai kambing milik maimunah:
“sesungguhnya yang haram adalh makanannya.”(HR. Jama’ah kecuali Ibnu Hibban)
      Telur juga terauk yan dikecualikan dari bangkai, dengan syarat cankangnya kera. Kecuali ulama Malikiyah, menurut pendapat mereka telur yang terdapat pada bangkai adalah najis walaupun cangkangnya keras.[4]
2.      Darah dan Nanah
Keempat mazhab sepakat bahwa darah adalah najis. Baik ia darah yang mengalir atau tertumpah, misalnya yang mengalir dari hewan yang disembelih, atau darah haid. Dikecualikan dari ini darah yang hanya sedikit, darah yang berada dalam daging, urat-urat dan tulang hewan yang telah disembelih, darah ikan, darah atau nanah yang berasal dari bisul atau luka orang itu sendiri, dari nyamuk, kutu kepala dan sejenisnya yang darahnya tidak mengalir.[5]Demikian pula dengan ulama Hamafiyah dan Malikiyah yang telah meriwayatkan bahwa darah yang sedikit hukumnya dima’fu. Pendapat ini terdapat pada riwayat dari Husain ra berkata:
“kaum muslimin sering mengerjakan shalat dalam keadaan terluka.”(HR.Bukhari)[6].
3.      Muntah
Hukumnya najis menurut empat mazhab dan suci menurut Imamiyah.[7]Ulama Hanafiyah menerapkan syarat bahwa untahnya harus memenuhi mulut. Eentara ulama Malikiyah mensyaratkan bahwa muntahan tersebut telah berubah ari aalnya ketika imakan walaupun sekear menjai asam.[8]
4.      Kencing
Air kencing dan kotoran anak Adam adalah najis menurut semua mazhab.[9] Kecuali menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, menurut ereka jika kencingnya adalah anak laki-laki yan belum makan-makanan pokok, maka dihukumkan suci.[10]
5.      Madzi dan Wadzi
Keduanya najis menurut mazhab Syafi’i, Maliki dan Hanafi, serta suci menurut Mazhab Imamiyah. Hanbali berpendapat madzi suci sedangkan wadzi najis. Madzi adalah cairan yang keluar dari lubang depan ketika ada rangsangan seksual dan wadzi adalah air amis yang keluar setelah kencing.[11]
6.      Mani
Imamiyah, Maliki dan Hanafi berpendapat bahwa mani anak Adam dan lainnya adalah najis. Syafi’i berpendapat mani anak Adam adalah suci, begitu pula semua binatang selan anjing dan babi. Hanbali berpendapat mani anak Adam dan mani binatang yang dagingnya dimakan adalah suci.[12]
7.      Kotoran hewan yang boleh dimakan daginnya
Syafi’I dan Hanafi berpenapat bahwa kotoran terebut ukunya najis. Akan tetapi, anafiyah memberikan penecualian teradap hewan yang membuang kotoran di udara seperti merpati,emprit dan lainya, maka kotoran itu adalah suci. Ssementara Malikiyah dan Hanabilah mengatakan bahwa kotoran hewan yang dagingnya dapat dimakan hukumnya suci.[13]
8.      Anjing
            Menurut Syafi’i, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal, anjing itu najis berdasarkan makna yang dapat dipahami dari hadist Nabi saw “apabila anjing menjilati bejana salah seorang dari kamu, hendaklah ia membuang isinya dan mencuci bejana itu sebanyak tujuh kali, yang pertama dengan campuran tanah.”(HR. Muslim)[14]
Akan tetapi Malik dan Daud al-Dahiri berpendapat bahwa anjing adalah binatang suci sama seperti binatang-binatang lainnya. Mereka berdalil dengan hadist dari Ibn Umar r.a bahwa “anjing-anjing datang dan pergi dalam masjid, di masa hidup Rasulullah saw, tak seorang punmerasa keberatan tentang itu”. (HR. Bukhari)[15]
9.      Babi
Semua mazhab berpendapat bahwa hukumnya sama seperti anjing, kecuali mazhab Imamiyah yang mewajibkan membasuh bejana yang terkena babi sebanyak tujuh kali dengan air saja. Begitupun juga hukunya dengan bangkai tikus darat (yang besar).[16]
10.  Darah dan Nanah
Keduanya dihukumi najis dengan diqiyaskan terhaap darah, kecuali jika jumlahnya sedikit aka termasuk yang dimaafkan karena sulit menghindari.[17] Keempat mazhab sepakat bahwa darah adalah najis. Baik ia darah yang mengalir atau tertumpah, misalnya yang mengalir dari hewan yang disembelih, atau darah haid. Dikecualikan dari ini darah yang hanya sedikit, darah yang berada dalam daging, urat-urat dan tulang hewan yang telah disembelih, darah ikan, darah atau nanah yang berasal dari bisul atau luka orang itu sendiri, dari nyamuk, kutu kepala dan sejenisnya yang darahnya tidak mengalir.[18]
11.  Benda cair yang memabukkan
Menurut semua madzab hukumnya najis. Menurut mayoritas ulama najis berdasarkan firman Allah yang artinya “hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamer, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah najis termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”[19] Imamiyah menambahkan atu ketentuan bahwa benda cair tersebut asalnya cair. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada upaya menjadikan benda memabukan dan cair diubah menjadi beku untuk menghindari hokum najisnya padahal hukumnya tetap najiss.[20]
12.  Sisa binatang
Syafi’i semua sisa termasuk kotoran merpati, burung ciak dan ayam hukumnya najis, kotoran unta, kambing, kuda, bagal, dan lembu semuanya najis. Imamiyah berkata sisa-sisa burung yang dagingnya dimakan ataupun tidak semuanya suci. Hanafi berkata sisa-sisa binatang yang tidak terbang seperti unta dan kambing adalah najis. Hanbali dan Syafi’I berkata sisa-sisa binatang yang dagingnya dimakan hukumnya suci. Semua mazhab sepakat bahwa sisa binatang yang najis itu adalah najis.[21]
D.    Contoh-contoh Najis dan cara Mensucikannya
a.       Najis Mukhafafah
Misalnya kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan lain selain ASI. Mencuci benda yang kena najis ini cukup dengan memercikkan air pada benda itu, meskipun tidak mengalir. Ini berdasarkan hadis nabi yang artinya “(cara membersihkan) air kencing anak perempuan dengan cara membasuh, sedangkan air kencing anak laki-laki dengan cara memercikkan air diatasnya.” (HR. Ahmad)[22]
b.      Najis Mutawassitah
Najis ini merupakan najis pertengahan dan dibagi menjadi dua yaitu:
1)      Najis ‘ainiyah
Najis yang tampak ialah bila najis tersebut masih ada wujudnya. Cara mensucikannya dengan menghilangkan wujud najisnya memakai air suci lagi mensucikan, dengan indikasi hilang warnanya, baunya dan rasanya.[23]
2)      Najis hukmiyah
Najis yang tidak tampak wujudnya, seperti baju yang terkena kencing dan sudah kering, maka cara mensucikannya dengan sekali mengalirkan air di atasnya.[24]
c.       Najis Mughaladzah
Misalnya jilatan anjing atau babi, maka cara mensucikannya dengan membasuh tujuh kali, salah satunya dicampur dengan debu, sesuai dengan sabda Nabi saw yang artinya “apabila anjing menjilati bejana salah seorang dari kamu, maka buanglah isinya kemudian basuhlah tujuh kali.” (HR. Muslim). Dan juga hadis Nabi saw artinya “cara mensucikan bejana kamu yang terkena jilatan anjing adalah dengan cara membasuh tujuh kali, dan basuhan yang pertama dicampur dengan debu.” (HR. Ahmad dan Muslim).[25]
E.     Macam-macam air dan pembagianya
1.    Thahir Muthahir (Air yang suci mensucikan)
Air yang demikian boleh diminum dan sah dipakai untuk menyucikan benda yang lain. Yaitu air yang jatuh dari langit atau terbit dari bumi dan masih tetap (belum berubah) keadaanya, seperti air hujan, air laut, air sumur, air es yang sudah cair, air embun, dan air yang keluar dari mata air. Sebagaimana ditegaskan dalam surah al-Anfal ayat 11:
وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُم مِّن السَّمَاء مَاء لِّيُطَهِّرَكُم بِهِ -١١
“dan Dia menuunkan kepada kalian air dari langit untuk mensucikan”
Perubahan air yang tidak menghilangkan keadaan atau sifatnya ‘suci mensucikan”walaupun perubahan tersebut terdapat pada salah satu dari ketiga sifatnya (warna, rasa, dan baunya) adalah sebagai berikut.
a)         Berubah karena tempatnya, seperti air yang tergenang atau mengalir di batu beleran.
b)        Berubah karena lama tersimpan, seperti air kolam.
c)         Berubah karena sesuatu yang terjadi padanya, seperti berubah disebabkan ikan.
d)        Berubah karena tanah yang suci. Begitu juga segala perubahan yang sukar memeliharanya, misalnya berubah karena daun-daunan yang jatuh dari pohon yang berdekatan dengan sumur atau tempat air tersebut.
2.    Thahir Ghairu Muthahir (Air suci, tetapi tidak mensucikan)
Zatnya suci, tetapi tidak sah dipakai untuk menyucikan sesuatu. Yang termasuk dalam bagian ini ada tiga macam air, yaitu:
a)         Air yang telah berubah salah satu sifatnya karena bercampur dengan suatu benda yang suci, selain dari perubahan yang tersebut di atas, seperti kopi, the dan sebagainya.
b)        Air sedikit, kurang dari dua kulah,sudah terpakai untuk menghilangkan hadast atau menghilangkan hukum najis, sedangkan air itu tidak berubah sifatnya dan tidak pula bertambah timbanganya
c)         Air pohon-pohonan atau air buah-buahan, seperti air kelapa,dan sebagainya.
3.    Air Mutanajis (Air yang bernajis)
Air mutanajjis ialah air yang tercampur dengan barang najis sehingga merubah salah satu diantara rasa, warna atau baunya.
Air ini memiliki dua macam:
a)         Sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis. Air tersebut tidak boleh dipakai lagi, baik airnya sedikit ataupun banyak, sebab hukumnya seperti najis.
b)        Air bernajis, tetapi tidak berubah salah salah satu sifatnya. Air ini kalau sedikit berarti kurang dari dua kulahMenurut imam al-Nawawi = 174,580 Liter =55,9 cm3, menurut imam al-rofi’I = 176,245 Liter = 56,1 cm, menurut ahli Iraq = 245,352 Liter = 63,4 cm .tidak boleh dipakai lagi  bahkan sama dengan najis.[26]
4.    Air musta’mal (Air bekas terpakai)
Air musta’mal ialah air bekas dipakai untuk menghilangkan hadast (kotoran) maupun najis. Ada yang berpendapat, air musta’mal adalah air sedikit yang telah terpisah dari basuhan anggota tubuh orang yang berwudlu atau mandi wajib. Menurut pendapat yang diriwayatkan dari malik sebagian kecil ulama madhab al-Syafi’I,Ibn Hazm al-Zahiry, Sufyan al-Tsaury, dan Abu Tsaur. “jika air itu telah terpisah dari anggota tubuh yang berwudlu atau mandi, maka hukumnya suci mensucikan seperti air mutlak. Hal ini mengingat asalnya yang suci. Orang mukmin itu suci, sehingga air yang mengalir  dari tubuhnya sudah pasti suci”
Sedangkan dari madhab al-Syafi’I, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa air tersebut tetap suci tetapi tidak sah jika digunakan untuk berwudlu atau mandi wajib. “Apabila air itu terpisah dari badan, pakaian, atau wadah yang terkena najis, maka ulama sepakat itu hukumnya najis karena telah bersentuhan dengan benda yang najis. Air tersebut tidak dapat digunakan untuk membersihkan    hadast atau najis, meskipun tidak mengalami perubahan apapun.[27]














BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.         Pengertian Thaharah
Thaharah adalah bersuci, soal bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang sangat penting, terutama karena di antara syarat-syarat shalat telah ditetapkan yang akan mengrjakan shalat diwajibkan suci dari hadast dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis.
Firman Allah Swt:
إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ -٢٢٢
“Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (AL-BAQARAH: 222)
2.         Pengertian Najis
Najis menurut lughowi ialah “segala sesuatu yang dipandang kotor atau menjijikkan”. Sedangkan menurut istilah yang di maksud dengan najis ialah “macam-macam kotoran yang dapat menghalangi sahnya sholat ataupun thawaf”.
3.         Macam-macam Najis
a)         Bangkai
b)         Darah dan Nanah
c)         Muntah
d)        Kencing
e)         Madhi dan wadhi
f)          Mani
g)         Kotoran hewan yang boleh dimakan dagingnya
h)         Anjing
i)           Babi
j)           Bena cair yang memabukan
k)         Sisa binatang
4.         Macam-macam air
a)         Thahir Muthahir (air suci mensucikan)
b)         Thahir ghairu Muthahir (air suci yang tidak mensucikan)
c)         Musta’mal
d)        Air Mutanajis (Air yang bernajis)


























DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an.
Ar Rohbawi, Abdul Qadir.  FIKIH SHALAT EMPAT MADZHAB.(Jogjakarta. HIKAM PUSTAKA. 2011)
Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta. PENERBIT LENTERA.2015.
Pasya,Musthofa  Kamal. Fikih Islam. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri. 2003.
Rasjid,Sulaiman.FiqihIslam.Bandung: Sinar Baru Algerindo. 2016
Ulfah, Isnatin.Fiqih Ibadah. Ponorogo: STAIN Po PRESS. 2016.
Hamid Abdul. Fiqh Ibadah. Bandung: CV Pustaka Setia. 2010.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung: PT. Sinar Algensindo Bandung. 2016



[1]Musthofa  Kamal  Pasya, Fikih Islam (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003), 9.
      [2] Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah, (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2016), hlm, 8
      [3] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: PT.Sinar Algensindo Bandung, 2016)hlm.16-17
       [4] Abdul Qadir Ar Rohbawi, FIKIH SHALAT EMPAT MADZHAB,(Jogjakarta, HIKAM PUSTAKA, 2011)
       [5] Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah, hlm.50.
       [6] Ibid, 53
       [7] Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, hlm.41.
       [8] Ibid, hlm, 54
      [9] Ibid., hlm.40.
     [10] Ibid, hlm 54
[11] Ibid., hlm.41.
     [12] Muhammad Jawad al Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, hlm.40.
     [13] Ibid, 56
      [14] Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah, hlm.52.
      [15] Ibid., hlm.52.
      [16] Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: PENERBIT LENTERA, 2015), hlm.39.
       [17] Ibid., 53
      [18] Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah, hlm.50.
       [19] QS. Al-Maidah ayat 90.
        [20] Muhammad Jawad al Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, hlm.41
       [21] Ibid., hlm.40-41.
       [22] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, hlm.21-22.
       [23] Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah, hlm.55.
       [24] Ibid., hlm.55.
       [25] ibid., hlm.54.
       [26]Sulaiman Rasjid, FiqihIslam (Bandung: Sinar Baru Algerindo, 2016). 13
       [27]Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah ( Ponorogo: STAIN Po PRESS,2016).13

Tidak ada komentar:

Entri yang Diunggulkan

KAMMI IAIN Ponorogo gelar penggalangan dana

Organisasi KAMMI gelar penggalangan dana untuk membantu korban Gempa di Lombok Kader KAMMI Daerah Ponorogo menggalang dana untuk membantu...